Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dimana jika seseorang berbuat salah dan merugikan orang lain dapat diberikan hukuman pidana maupun perdata. Salah satu kasus hukum paling banyak di Indonesia datang dari pemerintahan. Dimana banyak pemerintah negara melakukan korupsi untuk memperkaya diri sendiri. Jika dilihat dari ICW (Indonesia Corruption Watch), terdapat sebanyak 791 kasus korupsi yang ada di Indonesia sepanjang tahun 2023 dengan jumlah tersangka sebanyak 1.695 orang.
Maraknya kasus korupsi di Indonesia seperti tradisi yang sulit untuk dihapuskan. Meskipun sudah dibentuk badan hukum, UU, dan Sanksi Sosial, hal tersebut tidak memberikan efek jera untuk para pelaku tindak korupsi. Hal ini juga disebabkan oleh kurangnya efek jera dan masih banyak orang orang pada pemerintahan yang menormalisir budaya korupsi. Sehingga muncul istilah “Hukum Dapat Dibeli” untuk memotong masa hukuman para koruptor. Maka dari itu, hukuman yang ada tidak dapat membuat kasus korupsi berkurang di negeri ini.
Bahkan, dikarenakan maraknya kasus korupsi di Indonesia, banyak orang yang menganggap bahwasannya korupsi adalah bagian dari budaya Indonesia. Budaya sendiri merupakan tradisi, akal budi, pikiran, dan adat istiadat yang telah terjadi secara terus menerus dan menjadi kebiasaan yang susah diubah. Berdasarkan pengertian budaya diatas, maka korupsi tidak dapat dikatakan sebagai budaya Indonesia. Namun, bagaimana perspektif makna budaya pada tradisi korupsi di Indonesia?
Korupsi terjadi di Indonesia sejak jaman pemerintahan Belanda dan masih berdirinya VOC. Indonesia selama 350 tahun diduduki dan dijajah oleh Belanda dan menjadi daerah kekuasaan Belanda. Tindak Korupsi sudah seperti mandarah daging pada pejabat negeri sejak saat itu. Dapat dikatakan, Korupsi seperti tradisi yang diturunkan secara turun temurun setiap tahunnya. Jika dilihat dari budaya dan agama di Indonesia, korupsi bukanlah budaya. Agama di Indonesia melarang keras tindak korupsi, begituu pun dengan budayanya.
Namun, Korupsi jika dilihat dari perspektif budaya. dapat diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan secara terus menerus tiap tahunnya oleh instansi yang sama. Dalam hal ini, pemerintah. Banyak dari pelaku tindak korupsi berasal dari pemerintahan seperti Menteri, anggota DPR, MPR, dan lain sebagainya. Tidak sedikit juga yang menjadi kepada daerah. Tindakan korupsi sudah mendarah daging pada diri pejabat pemerintah sejak dahulu dimulai dari kerajaan, masa VOC, masa kolonialisme dan hingga saat ini. Korupsi dikatakan suatu warisan yang secara turun-temurun. Hal ini membuat adanya pergeseran budaya masyarakat Indonesia yang sebelumnya bersifat dan kukuh terhadap nilai-nilai agama bergeser menuju pola hidup masyarakat yang menjunjung materialistis dan konsumerisme.
Sebuah tindakan korupsi dapat dianggap normal dan perbuatan yang wajar jika seluruh masyarakat sudah bersikap permisif atau acuh pada kasus korupsi. Seperti saat ini, jika mendengar pejabat negara yang korupsi, sudah bukan hal yang baru lagi. Dan jika hal tersebut terus terusan terjadi, maka akan sulit mencegah korupsi terjadi. Karena masyarakat sendiri memiliki peranan yang penting dalam memberantas korupsi yang telah menjamur di Indonesia.
Hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat Indonesia terhadap membudayanya kasus korupsi adalah dengan berperan aktif mencegah hal tersebut terjadi. Sebagai contoh, menolak dengan keras suap dan meminta pungli. Selain itu, masyarakat juga dapat melaporkan tindak korupsi yang mereka ketahui kepada pihak berwajib, sehingga dengan cepat KPK dapat memutus rantai korupsi yang terjadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI