Pernah merasa kepala berat dan cepat mengantuk saat kegiatan panjang di ruang ber-AC? Bisa jadi udara di ruangan sedang "lelah". Saat banyak orang bernapas di ruang tertutup, kandungan karbon dioksida (CO) naik, oksigen terasa kurang, dan kita jadi sulit fokus. Di luar gedung, pepohonan membantu menyeimbangkan udara. Tapi bagaimana kalau ruangannya sempit, kotanya padat, dan lahan hijau terbatas?
Di luar gedung, pepohonan membantu menyeimbangkan udara. Sayangnya, kota kita makin padat dan lahan hijau makin terbatas. Dilansir dari BPK DIY dan SIPSN KLHK, Yogyakarta hanya memiliki sekitar 23,35% ruang terbuka hijau (RTH) dari luas wilayah, di bawah amanat UU No. 26 tahun 2007 yang mewajibkan 30% RTH. Jadi, bagaimana kalau ruang kita terlalu sempit untuk ditanami pohon?
Di sinilah pohon cair digunakan. Bukan pohon betulan yang dilelehkan, tentu saja. "Pohon cair" adalah sebutan untuk tabung atau panel berisi air dan organisme hijau mikroskopis yang disebut mikroalga. Mikroalga adalah organisme berukuran sangat kecil, bahkan hanya bisa dilihat lewat mikroskop. Meski mungil, mereka punya kekuatan luar biasa yaitu bisa menyerap karbon dioksida (CO) dan menghasilkan oksigen (O) lewat fotosintesis, mirip dengan pohon dan tumbuhan hijau. Di Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM) sudah memperkenalkan inovasi bernama Algaerium dan Algaetree, "liquid tree" yang memadukan bioteknologi, rekayasa, dan estetika ruang untuk membantu memperbaiki kualitas udara sekitar. Bahkan, konsep ini sudah diuji coba dalam program Microforest, yang dikembangkan Pusat Studi Energi UGM sebagai bagian dari upaya dekarbonisasi nasional.
Kok bisa jadi pengganti pohon? Pohon jelas punya banyak manfaat seperti memberikan oksigen, menyerap polutan, hingga jadi rumah bagi hewan. Tapi, tidak semua tempat bisa ditanami pohon, misalnya di ruang kelas yang sempit, kantor ber-AC, atau kota yang lahannya padat. Nah, di sinilah mikroalga hadir sebagai "pelengkap". Talaei dan Prieto pernah melakukan penelitian fotobioreaktor mikroalga pada tahun 2024. Mereka mengungkapkan bahwa dengan bantuan tabung atau panel berisi air dan mikroalga, organisme kecil ini bisa bekerja 24 jam menyerap CO dari udara di sekitar, lalu melepaskan oksigen segar.
"Mikroalga menggantikan dua pohon berumur 10 tahun atau halaman rumput seluas 200 meter persegi," ungkap Ivan Spasojevic, penulis proyek dari Institut Penelitian Multidisiplin di Universitas Beograd.
Jangan salah, pohon cair ini juga punya manfaat yang besar, loh. Jangan bayangkan satu tabung kecil langsung mengubah ruangan seperti hutan pinus, ya. Dampaknya terukur tetapi bertahap. American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers (ASHRAE) menyebutkan kadar normal CO dalam ruangan adalah di bawah 1000 ppm. Kalau kadar CO dalam ruangan terlalu tinggi lebih dari 1.000 ppm bisa bikin kita pusing, cepat lelah, bahkan menurunkan konsentrasi. Kondisi ini dikenal sebagai bagian dari Sick Building Syndrome (SBS). Gejalanya sederhana tapi bisa mengganggu seperti sakit kepala, mata perih, tenggorokan kering, dan mudah mengantuk (Ghaffarianhoseini dkk., 2018). Kalau mikroalga bisa membantu menurunkan CO, maka risiko keluhan SBS pun berkurang. Bayangkan kalau ruang kelas punya "akuarium hijau" di sudut ruangan: tidak hanya cantik dipandang, tapi juga bikin udara lebih segar untuk belajar.
Tapi, pohon cair ini juga harus dirawat dengan baik sama seperti pohon asli. Talaei dan Prieto (2024) Â juga mengatakan kalau pohon cair berisi mikroalga tetap butuh cahaya, air, dan sedikit nutrien agar tetap tumbuh. Kalau tidak dirawat, air bisa keruh atau berbau. Jadi, perawatan rutin tetap diperlukan. Namun kabar baiknya, teknologi ini relatif murah, bisa dibuat dari bahan sederhana (botol, pompa udara kecil, lampu LED), dan bisa diadaptasi di sekolah, kantor, atau bahkan rumah.
Pohon cair memang bukan pengganti total pohon, tapi bisa menjadi pelengkap yang cerdas di era kota padat dan ruang terbatas. Pohon cair mengingatkan kita bahwa teknologi tak selalu rumit. Kadang, ia hadir sebagai tabung bening dengan cairan hijau yang tekun bekerja di sudut ruangan. Di satu sisi, keberadaan pohon cair bisa menjadi alarm sosial bahwa kualitas udara dan RTH di perkotaan masih jauh dari ideal. Kita tetap harus mendorong pemerintah memenuhi target 30% RTH sesuai amanat undang-undang sembari mendukung inovasi seperti pohon cair sebagai solusi sementara.
Pohon di luar tetap harus kita jaga, tetapi di dalam ruangan, paru-paru mini ini bisa jadi teman baru yang membantu kita bernapas lebih lega. Siapa tahu, suatu hari nanti, setiap kelas dan kantor punya pohon cair berisi mikroalga yang membantu kita bernapas lebih lega. Bukankah itu masa depan yang menarik?
Sumber: