Mohon tunggu...
Taufik Al Mubarak
Taufik Al Mubarak Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Tukang Nongkrong

Taufik Al Mubarak, blogger yang tak kunjung pensiun. Mengelola blog https://pingkom.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Komunikasi Payah, Jokowi Perlu Belajar dari Cicero

7 April 2015   19:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:25 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banyak pakar komunikasi sepakat bahwa kemampuan retorika Presiden Jokowi tidak lebih baik dari mantan rivalnya, Prabowo Subianto. Bahkan, ada yang bilang, retorika Jokowi sangat buruk. Benarkah demikian?

Memang, jika dibanding dengan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, jelas kemampuan komunikasi (public speeking) Jokowi tidak ada apa-apanya. Jokowi juga tak bisa disamakan dengan Presiden Soekarno yang terkenal sebagai orator ulung. Tapi, dalam kondisi tertentu, sebenarnya, Jokowi juga seorang pembicara yang baik. Kebetulan, saya sempat menonton beberapa video Jokowi saat berbicara secara santai, gaya bicaranya memang pelan, tapi sering sangat menghibur pendengar.

Bicaranya memang lambat dan santai, persis seperti gaya bicara Gus Dur, namun kita sangat menikmati gaya santai tersebut. Saya sendiri baru tahu kalau Jokowi mampu membawakan stand-up comedy. [Ini linknya https://www.youtube.com/watch?v=-qg_e10l7_o]. Tapi, ada juga dalam beberapa kesempatan, terutama saat diwawancara oleh wartawan, kita sering tak dapat memahami dengan baik apa yang diucapkan oleh Jokowi. Pesannya sering sukar dimengerti.

Bukti lain, kalau Jokowi itu sangat bagus berbicara dalam keadaan santai saya dapatkan dari video pidatonya pada pertemuan tahunan Bank Indonesia 2014. Jokowi cukup lancar menyampaikan konsep tentang bagaimana membangun Indonesia. Sekalipun pidatonya tak terkonsep, tetapi dia mampu berbicara secara runut dan pesan-pesannya sangat jelas dan mudah dipahami.

Dari itu saya mengambil kesimpulan, bahwa Jokowi itu sangat bagus kalau berbicara tanpa teks dan dalam kondisi santai. Namun, Jokowi sedikit terlihat kaku saat berbicara menggunakan teks dan dalam pidato-pidato resmi. Pun itu, kemampuan public speeking Jokowi tetap perlu terus diasah dan ditingkatkan. Ini penting, karena kewibawaan seorang pemimpin juga terletak pada bagaimana gaya dia berkomunikasi. Pemimpin yang mampu menunjukkan bahwa dia seorang pembicara yang baik atau seorang orator lebih mampu mempengaruhi massa.

Kemampuan oratoria perlu diasah dan dipelajari. Banyak orang rela menghabiskan banyak uang untuk belajar bagaimana menjadi seorang pembicara yang baik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya, pernah diberitakan menyewa ahli komunikasi untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan memperbaiki bahasa tubuh. Jika pernah menonton film King’s Speech, kita akan tahu bagaimana seorang calon pewaris tahta kerajaan Inggris perlu melatih dan mencari guru khusus untuk meningkatkan kemampuan berbicara.

Si calon Raja itu menderita penyakit yang dalam kajian retorika atau speech communication disebut dengan kecemasan berkomunikasi (communication apprehension). Kecemasan berkomunikasi ini sangat berbahaya karena akan membuat orang yang mengalaminya kehilangan kepercayaan diri dan meruntuhkan kredibilitas di mata audien.

Jalaluddin Rakhmat, dalam Retorika Modern (Februari, 2006) menyebutkan, untuk menyampaikan pidato yang lebih efektif, kita tidak hanya memerlukan kepercayaan diri dan kredibilitas, melainkan juga ketrampilan. Seorang penulis besar, cerita Kang Jalal, pernah diundang memberikan ceramah di depan mahasiswa. Di depan mimbar, dengan tenang dia memasang kacamata dan membuka makalahnya. Sesudah itu, ia terus-menerus membaca makalah. Ketika ia mengangkat kepalanya, sebagian besar hadirin sudah meninggalkan ruangan, tanpa sepengetahuan dia. “Penulis itu memiliki kepercayaan diri dan kredibilitas, tetapi tidak memiliki ketrampilan menyampaikan,” tulisnya. Menurutnya, ketrampilan berbicara akan kita dapatkan dengan berlatih terus-menerus.

Dulu, di zaman Romawi dan Yunani kuno, orang-orang yang ingin berlatih pidato atau retorika, biasanya mengasingkan diri ke gua, di pinggir laut atau di puncak gunung. Mereka berlatih berbicara dan melatih vocal dengan berbagai cara. Tak ada orang yang mendengarkan. Mereka dapat berbicara dengan bebas, mengatur irama dan kekuatan suara. Kalau hal ini dilakukan sekarang pasti akan dianggap gila. Kita bisa mensiasatinya dengan berlatih bicara di depan cermin [kalau mengganggu tetangga, juga akan dianggap orang gila].

Dewasa ini, sudah cukup banyak media untuk belajar berbicara dan retorika. Ada banyak lembaga pendidikan (sekolah) atau kursus yang fokus pada peningkatan kemampuan berbicara. Kita bisa belajar di sana. Kita pun bisa mempelajari gaya berbicara atau cara memberikan presentasi yang efektif di Youtube. Kita dapat mempelajari teknik berbicara Steve Jobs atau Larry King. Kita bisa meniru cara mereka menyampaikan pidato atau teknik mereka berbicara. Saya termasuk rutin membuka situs Youtube untuk belajar cara presentasi yang efektif atau bagaimana kita bersikap dan beraksi di atas panggung.

Dalam tulisan ini, saya ingin berbagi tips bagaimana Marcus Tullius Cicero berlatih menjadi seorang orator yang dihormati di masa Romawi Kuno. Cicero ini dikenal sebagai ahli retorika terbaik yang pernah dimiliki Romawi, memiliki kemampuan di atas Quintus Hortensius Hortalus atau Julius Ceasar. Hortensius, misalnya, dikenal sebagai penganut aliran retorika terkemuka masa itu dengan menguasasi metode Asiatik: gaya rumit dan berbunga-bunga, penuh frase angkuh dan irama berdenting, penyampaiannya disertai dengan mengayun-ayunkan tubuh dan berjalan mondar-mandir. Dalam novel Imperium karya Robert Harris disebutkan, Cicero mencari semua guru Hortensius untuk mempelajari kiat-kiat retorika yang digunakan Maestro Menari itu, seperti Menippus dari Stratonikeia, Dionysius dari Magnesia, Aeschylus dari Knidos, Xenocles dari Adramyttium.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun