Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

UUD45, Ambang Batas Pencalonan dan Mahar Politik

26 Mei 2019   22:09 Diperbarui: 27 Mei 2019   09:34 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung DPR/MPR Jakarta

UUD45 dan UU Pelaksana

Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. (Pasal 6A  Angka (2) UUD45 perubahan ketiga). Pasal ini menutup kemungkinan calon perseorangan (independen) sebagai Capres/Wacapres Republik Indonesia.

Pasal 6A ini dilaksanakan oleh Pasal 222 UU Pemilu Tahun 2017 (UU No 7/2017). Pasal 222 ini selain melaksanakan Pasal 6A itu juga membatasi parpol dan/atau koalisi parpol yang memenuhi syarat untuk mengajukan capres/cawapres. Persyaratan dari parpol atau koalisi partai tersebut adalah memiliki kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. Kutipan penuh dari Pasal 222 ini, adalah:

Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. (Pasal 222 UU No.7/2017).

Di ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), gubernur/walikota/bupati, Pasal 6A itu dilaksanakan oleh Pasal 40 Ayat 1 UU Pilkada Serentak Tahun 2016 (UU No No 10/2016). Ketentuan 20 dan 25 persen itu juga berlaku untuk semua jenis Pilkada. Redaksi penuh dari Pasal 40 tersebut adalah:

Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan. (Pasal 40 Ayat 1 UU Pilkada Serentak Tahun 2016)

Tidak Ada Rambu-rambu Koalisi

Permasalahan muncul sebab baik UU Pemilu Serentak itu maupun UU Pilkada Serentak tidak memiliki rambu-rambu atau pedoman umum yang mengatur Parpol dan/atau koalisi Parpol dalam mengelola pencalonan-pencalonan PPWP (Pemilihan Presiden Wakil Presiden) dan Pilkada. Ini mencakup tidak ada nya kewajiban dari Parpol (koalisi Parpol) untuk secara transparans dan akuntabel mempublikasikan persyaratan Calon (Paslon) serta tahapan-tahapan pembentukan koalisi, pendaftaran, seleksi, dan penetapan Calon/Paslon terpilih dari Parpol (koalisi Parpol) masing-masing. Tahapan-tahapan tersebut perlu diikat dengan interval waktu secara spesifik. Perlu adanya time lines yang spesifik untuk setiap tahapan tersebut. Misal, kewajiban untuk membentuk partai koalisi dan pendaftaran mulai empat tahun sebelum hari H dan ditutup satu tahun kemudian. Begitu juga hal nya dengan tahapan seleksi dan penetapan Calon/Paslon terpilih.

Di Indonesia, Partai Demokrat pernah melakukan kegiatan penjaringan Capres dengan cara konvensi. Praktik konvensi itu dilakaukan oleh Partai Demokrat untuk Pilpres 2014. Pemenang nya adalah mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Tapi, kemenangan ini lenyap begitu saja. Dugaan penulis itu disebabkan kurangnya perolehan suara Partai Demokrat dalam Pileg 2014 dan/atau kurang nya peminat Parpol lain untuk membentuk koalisi pengusung Dahlan Iskan

Mahar Politik

Kondisi-kondisi tersebut mendorong tetap berlanjut nya fenomena mahar politik. Mahar politik dipersepsikan agar Partai Politik yang bersangkutan bersedia mencalonkan seseorang sebagai Capres dan/atau Cawapres serta Calon Kepala dan/atau Calon Wakil Kepala Daerah. Biasanya diperlukan waktu yang relatif lama untuk mencapai kesepakatan harga mahar politik tersebut. 

Banyak kasus yang dapat diangkat. Misalnya, kasus La Nyalla, Mantan Ketum PSSI yang waktu itu berniat maju di ajang Pilgub Jatim.  Disini viral fantantis nya angka mahar politik. Merdeka.com, klik disini, menulis:

"Mantan Ketum PSSI La Nyalla Mattalitti menuding Ketum GerindraPrabowo Subianto meminta mahar agar dicalonkan jadi gubernur Jawa Timur pada Pilkada serentak 2018. Prabowo disebut minta duit Rp 40 miliar untuk memuluskan langkah La Nyalla melawan Saifullah Yusuf dan Khofifah Indar Parawansa di Jatim."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun