Mohon tunggu...
Allysa T
Allysa T Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji yang Tertunda | Cerpen Sejarah

6 November 2017   23:15 Diperbarui: 6 November 2017   23:20 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Akan kutunggu pada kehidupan berikutnya."

                Kediaman salah satu pemasok kebutuhan perang kami ketahuan pihak Belanda ketika kami sedang mendatanginya untuk mengambil bahan-bahan baru. Seorang Kapiten beretnis Tionghoa dengan putrinya menjadi prioritas terbaru; mereka harus kami selamatkan dari tentara Belanda yang mengepung. Namun kami terpisah.

                Atap rumah mulai runtuh, memisahkan aku bersama dengan Nona Xiao dengan yang lainnya. Dari sisi lain rumah aku dapat melihat kawan-kawanku mulai berjatuhan -- satu per satu. Tapi jelas bahwa kami semua akan mati di sini jika tidak segera kabur.

                "Selamatkan Nona Xiao!" Teriak atasanku sebelum akhirnya tertembak mati.

                Aku memiliki satu misi: membawa Nona Xiao selamat sampai basis kami. Jaraknya jauh dari sini, namun tidak akan ketahuan oleh pihak Belanda.

                Aku menyuruh Nona Xiao lari melalui pintu belakang duluan. Aku berlari untuk mundur, memutarkan belakangku kepada para penembak. Kini punggungku merasa tidak terlindung. Semuanya sangat berisik -- tembakan, teriakan, dan api. Semua suara itu membuatku dapat merasakan hampir semua tembakan dan api menyalah membanting diriku.

               Namun Tiba-tiba aku merasakan sakit yang mengerikan. Aku mengeluarkan satu kata yang buruk. Sebuah peluru telah menghantam kakiku. Aku terjatuh, darah dan keringat terlukis pada tanah. Aku ingin terbaring sekarang, namun tidak bisa. Aku harus lari dari sini secepatnya. Tetapi kakiku menghambatku untuk berdiri. Aku mengambil senjataku yang terjatuh diatas debu dan tanah, menghadap belakang, dan aku melihat targetku. Kutembakan tiga peluru pada tubuhnya untuk memastikan bahwa ia sudah mati.

               Aku berdiri dan mulai lari menyusul Nona Xiao dengan pincang. Di sana aku melihat ia di bawah bayangan gang pada malam hari. Kami belum dapat berhenti sekarang, kemungkinan pasukan Belanda akan mengejar kami jika kami tidak cepat.

                Setelah berjalan lumayan jauh, kami menemukan goa untuk beristirahat.

               "Maaf Nona Xiao, tetapi kita harus beristirahat di tempat seperti ini," kataku kepadanya.

               Nona Xiao hanya tersenyum dan menempati sebuah sisi goa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun