Mohon tunggu...
Agus Sujarwo
Agus Sujarwo Mohon Tunggu... Guru - Founder Imani Foundation

Founder Imani Foundation

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Beyond Teaching dan Memberi Nilai Lebih pada Hal-hal Kecil Lainnya

4 Februari 2017   10:24 Diperbarui: 5 Februari 2017   18:00 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: babyccinokids.com

Sore itu aku merapikan tas punggung biruku dan bergegas menuju lapangan parkir sepeda motor. Setelah mengenakan jaket dan helm, aku mengarahkan sepeda motor menuju pintu gerbang sekolah. Pak Ishak, salah seorang petugas keamanan sekolah tersenyum sambil melambaikan tangan melepas kepergianku.

Selepas pintu gerbang, saat hendak menyeberang, perlahan di depanku melintas sebuah Grand New Fortuner putih gading yang juga hendak memasuki gerbang sekolah yang terletak bersebelahan dengan gerbang arah keluar. Anehnya, mobil dengan tampilan gagah itu justru berhenti meski dari arah berlawanan tak terlihat satu pun kendaraan yang akan berpapasan. Tak berapa lama, kaca mobil sisi depan sebelah kanan pun terbuka. Sesosok wajah anggun yang sepertinya cukup kukenal. Ya, Bunda Dira. Bunda Maharani Aisadira. Beliau adalah orang tua murid dari seorang putri yang berada di kelasku. Kami pun saling sunggingkan senyuman sebelum kemudian Bunda Dira mempersilakanku untuk lewat terlebih dahulu.

Untuk beberapa saat, peristiwa singkat itu seperti membuncah dan menelisik sanubariku. Antara hal yang lumrah atau sebaliknya: istimewa. Masih sambil mengendarai motorku, aku terus bertanya dalam hati, “Apa susahnya bagi sebuah mobil, apalagi berukuran raksasa, ditambah posisi bumper depan yang sudah mencuat jauh ke depan untuk bergegas melintas? Mengapa justru berhenti?” Dua pertanyaan itu terus bergelayut dalam pikiranku.

Aku menyandarkan punggungku ke sofa. Sebuah firasat melintas: guru. Ya, aku sadar telah menjadi seorang guru. Dan aku tahu bahwa untuk selama delapan bulan, putri beliau, Aisadira, telah berada di kelas yang aku tempati. Dan juga dalam sebuah pertemuan singkat, beliau pernah berbagi cerita kehidupan dan harapan akan masa depan putri semata wayangnya.

Guru yang bertaji dan Bunda yang berempati. Nyaris sebuah kombinasi sempurna laik Adam dan Hawa. Atau Tibet dan Moskwa. Dan seyogianyalah ritme kehidupan berjalan seperti itu.

Untuk memaknai slogan Beyond Blogging, bagi seorang guru dapat dipadankan dengan leksem “beyond teaching”. Secara ringkas dapat dijelaskan, menjalani keseharian menjadi lebih dari sekadar seorang guru. Meminjam ungkapan guru pemasaran Hermawan Kartajaya, “Give extra value”. Sudah menjadi pemahaman umum jika tugas seorang guru adalah mengajar, sama seperti tugas seorang supir yang mengemudikan kendaraan. Memberi nilai lebih bagi seorang guru berarti memberi nilai tambah dari tugas utama mengajar. Dan itu bisa berarti, membimbing, mendidik, membina, atau mengasuh. Guru yang profesional adalah guru yang mampu mempraktikkan ilmu mengajar di kelas dengan baik. Guru yang ideal adalah guru yang selain mampu mengajarkan ilmu pengetahuan juga sekaligus guru yang mau untuk membentuk jati diri siswa menjadi pribadi yang lebih berdaya guna.

Untuk sesaat, simpan dulu prosedur administratif seputar pengajaran: kurikulum, rencana pembelajaran, proposal kegiatan, rapor, atau wisuda dan perpisahan siswa. Mari merenung sejenak, mengajukan beberapa pertanyaan, “Sudahkah saya memberi contoh nyata dari ilmu yang saya ajarkan? Apa yang perlu saya lakukan jika mereka ternyata membolos dari pelajaran saya? Haruskah saya meluangkan waktu untuk mendengar keluh kesah mereka di saat semestinya saya sudah beristirahat di rumah?”

Itu berarti, selain menjadi seorang guru sebagai fungsi utama, kita juga harus siap jika suatu saat dinisbatkan dengan label-label baru semacam: sahabat, teman, pelatih, pembina, atau bahkan kakak bagi murid atau siswa yang kita bimbing. Menjadi guru seutuhnya berarti lebih dari sekadar menularkan pengetahuan namun juga mengarahkan murid untuk menjadi pribadi yang lebih bermanfaat bagi lebih banyak orang.

Pikiran sadar saya kemudian menerawang ke satu dekade silam. Saya tersadar. Ada cukup beragam peran yang telah saya jalankan saat masa-masa awal menjadi seorang guru: mengajar di kelas, mengawas ujian, melatih capoeira, membina organisasi, memotret peristiwa, menerbitkan buletin, memandu petualangan, sampai menjadi 'hantu gentayangan'.

Belajar dari Facebook dan Twitter
Kapan terakhir kali Anda menerbitkan artikel atau mengunggah foto di jejaring pertemanan Facebook? Atau barangkali kapan terakhir kali Anda melakukan login ke akun Facebook? Kemungkinannya adalah, Anda pernah melihat tampilan videografis di menu Beranda. Isinya lebih menyaran pada kaleidoskop perjalanan Anda bersama Facebook. Anda akan disuguhkan sebuah tampilan sinematis tentang masa-masa awal Anda berinteraksi dengan Facebook, teman-teman yang sering Anda ajak mengobrol, hingga momen spesial yang sangat berarti yang pernah ada dalam kehidupan Anda. Video berdurasi tidak lebih dari satu menit ini benar-benar mengajak Anda untuk bukan hanya kembali ke masa lalu melainkan juga menyulut sumbu imajinasi Anda akan hal-hal terindah yang pernah Anda alami. Termasuk saat berulang tahun. Facebook menyajikannya untuk Anda: dengan cara yang sederhana nan memikat juga gratis.

Facebook telah memberi contoh cara nyata memanfaatkan kekuatan interaksi informasi menjadi sebuah layanan baru yang berbeda. Sharing and Connecting adalah slogan terbaik untuk era microblogging. Namun tren peradaban terus tumbuh dan mengalami pergeseran. Era microblogging sangat akrab dengan dua tombol “post” dan “comment”. Dua leksem ini ibarat benih tanaman bagi slogan tersebut. Cobalah sharingdenganmelakukanposting. Dan cobalah connecting dengan melakukan commenting. Untuk konteks pengguna seluler, perilaku connecting ini dapat diperjelas dengan ungkapan semacam share, retweet, like, atau reply.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun