Mohon tunggu...
Aliya Himmatul Izzah
Aliya Himmatul Izzah Mohon Tunggu... mahasiswi

Mahasiswi biasa yang lagi belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Budaya Patriarki : Faktor Ketidaksetaraan Gender, Distress Psikologis dan Beban Emosioanl pada Perempuan.

28 September 2025   02:21 Diperbarui: 28 September 2025   02:21 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Budaya patriarki yang memposisikan laki laki lebih dari unggul atas perempuan, dan menempatkan laki laki sebagai pusat kekuasaan dan perempuan sebagai bawahan adalah faktor utama penyebab ketidak setraan gender di Indonesia (Handriani & Veronika, 2024). Norma norma sosial yang berlaku di masyarkat, seperti laki laki sebagai pemegang kuasa, pandangan lingkungan sosial terhadap perempuan sebagai makhluk yang lemah, dan laki laki yang lebih mendominasi dalam setiap pengamnilan keputussan, memprkuat sistem patriarki dan menciptakan ketidaksetraan lebih. Hal ini menjadi tantangan yang cukup serius bagi perempuan selaku pihak yang paling rentan dalam mengalami distress psikologi dan beban emosional.

Budaya patriarki masih sering terjadi, baik di tatanan sosial masyarakat desa maupun lingkungan profesional perkotaaan. Budaya patriarki yang tidak hanya terjadi di dalam rumah tangga atau lingkup keluarga, tetapi juga sudah menjadi budaya dan norma yang berlaku di masyarakat. Budaya ini masih sering kita temui di berbagai aspek dan ruang lingkup, seperti ekonomi, pendidikan, politik bahakan sampai ke hukum. Hal ini terjadi karena selama ini, masih bnayak orang yang salah dlam memahmi kedudukan kau perempuan. Kebanyakan mereka menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, banyak keterbatasan dan selalu dianggap mengutamakann perannya dibandingkan akal logika. Asumsi ini seakan akan memberikan batas bagi penemuan untuk berkembang dan mengeksplor banyak hal. Penemuan yang seringkali dianggap hanya mampu bertugas di rumah dan mengurus anak, menciptakan diskriminasi bahwa perempuan tidak layak untuk bekerja di sektor publik, berkarir dan berkompetensi dngan kaum laki laki(Halizah & Faralita, 2023).

Sistem patriarki ini berpotensi menyebabkan kaum perempuan mengalami distress psikologi dan beban emosional. Keterbatasan yang diberikan kepada perempuan untuk menentukan keinginan dan tujuannya dapat menciptakan beban mental yang berat. Banyak perempuan yang harus menghadapi asumsi sosial yang keliru terkait gender bahkan tidak sedikit yang memilih mundur atas pilihan yang sudah ia buat. Perempuan tidak memiliki kebebassan untuk mengaktualisasi dirinya seperti laki laki, disebabkan norma sosial terhadap gender perempuan yang sudah berlaku dan mandarah daging di masyarakat. Perempuan yang berpendidkan tnggi dianggap terlalu ambisius, perempuan yang bekerja dan mengejar karier dianggap tidak memikirkan keluarganya, bahkan perempuan memimpin seringkali diragukan dan dipandang sebelah mata.

Budaya patriarki merupakan faktor yang sanagat signifikan dalam membentuk ketidaksetaraan gender di Indonesia. Perempuan tidak diberikan hak dan kesempatan untuk mengaktualisasi dirnya. kesetaraan gender adalah syarat mutlak untuk menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang adil dan manusiawi. Maka dari itu , kaum perempuan dan kaum laki laki harus berupaya dan bekerjasama untuk melawan sistem sosial yang tidak adil, terlebih tidak adil pada perempuan. Ada beberap upaya, strategi dan invensi untukmembangun kesetraan gender (Ihda Shofiyatun Nisa, 2024):

1. Edukasi dan kesadaran

Edukasi dan kesadaran harus dilakukan untuk emu akalangan, baik laki laki maupu perempuan. Edukasi ini juga harus disertai dengan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sosial gender. Langkah awla yang harus dilakukan terlbih dahulu, adalah dengan dimulai dari unit terkecil,, yaitu keluarga.

2. Pemberdayaan perempuan

Lembaga pendidkan dan organisasi memiliki peran untuk mewadahi perempuan dalam mengembangkan dan meningkatkan akses pada perempyan terhada hal hal yang mereka butuhkan, seperti pendidkan, dukungan finansial  (ekonomi), dan wadah pengembangan diri bagi perempuan

3. Kebijakan dan regulasi

Pemerintah dan lembaga lainnya harus berkontribusi dalam membangun keseteraan gender di Indonesia, salah satu caranya adalah dengan membat kebijakan yang mendukung kesetraan gender, contoh kecil adalah, memberlakukan cuti melahirkan.

Pada akhirnya, budaya patriarki adalah faktor utama yang menjadi penyebab ketidaksetaraan gender di Indonesia, kerena menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan membatasi perempuan di berbagai sektor kehidupan. Hal ini berpotensi memberikan beban mental dan distress psikologi kepada kaum perempuan . Oleh karena itu, mewujudkan tatanan masyarakat yang adil menuntut upaya kolektif yang meliputi edukasi kesadaran sejak dini di tingkat keluarga, pemberdayaan perempuan melalui peningkatan akses, dan implementasi kebijakan pemerintah yang mendukung kesetaraan gender secara menyeluruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun