Mohon tunggu...
Aliva Rosdiana
Aliva Rosdiana Mohon Tunggu... Penulis - edupreneur

Sebagai seorang edupreneur, saya harus mengasah diri dengan meningkatkan kualitas diri agar menjadi seorang yang memberikan manfaat dalam dunia pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kepercayaan Disalahgunakan Lewat Pencemaran Nama Baik

6 Desember 2022   23:15 Diperbarui: 6 Desember 2022   23:18 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harapan saling percaya (foto: schooparenting.id)

Kepercayaan sejatinya adalah mengakui kemampuan seseorang atas kejujurannya yang dapat memenuhi harapan. Tak mudah menaruh kepercayaan seseorang bila hati telah mempercayainya sebab ada hubungan keluarga, hubungan saudara kandung, hubungan orang tua dengan anak, hubungan persahabatan, bahkan terutama hubungan guru dengan murid. 

Pembelajaran Cross Cultural Understanding pada materi Educational Attitude dengan value of equality and egalitarian tampaknya sia-sia saja disampaikan bila tak semua orang memahami. Kita tak butuh orang memahami kita, sebab kita sulit memahami orang. Bahkan orang tua bisa jadi tidak mampu memahami anak kandungnya sendiri. 

Begitu pun sebaliknya. Klise memang. Sebenarnya masalahnya hanya pada komunikasi. Apalagi bila orang tua sudah berhasil berkomunikasi dengan anak namun ternyata tak berhasil baginya sebagai seorang pendidik untuk anak orang lain. Klise. Seolah dan tak akan pernah menemukan titik temunya.

Kekerasan di dunia pendidikan sudah bukan perkara guru menyalahkan murid, namun justru sebaliknya. Laiknya fenomena gunung es (iceberg), nilai-nilai etika benar-benar telah terkubur di dasar laut bila saling menyalahkan. Tak ada guru yang ingin menjerumuskan murid. 

Bila murid dianggap dewasa sebagai mahasiswa, tak layak mencari kesalahan seorang dosen. Bila masih berusia anak sekolah hingga jenjang SMA masih dimaklumi dengan memberi mereka pengarahan. 

Sebab guru adalah orang tua murid di sekolah. Bila kesantunan tak diindahkan, apa yang terjadi dengan masyarakat kita? Rasa kemanusiaan dan etika telah mengalami krisis akut. Sudah bukan lagi pemerolehan esensi pendidikan, justru mengarah kepada cela personalnya. 

Alih-alih mengajak murid untuk mahir menguasai ilmu dengan memberinya wawasan dari sudut pandang berbeda, mengajaknya berpikir kritis, dan menyampaikan idenya di kelas, justru yang diperoleh kekejaman suara murid lewat dunia cyber menyampaikan tak ada gunanya guru menyampaikan itu semua. Bagaimana mereka bisa maju bila isinya hanya protes dan protes tanpa konfirmasi, bertanya, dan mengambil hikmah dari pelajaran yang disampaikan guru. 

Apakah ini yang disebut seorang murid sejati? Bila akhirnya yang dilaporkan murid melalui sistem, menyebarkan cerita tidak benar sehingga menimbulkan fitnah, bahkan bisa dikatakan pencemaran nama baik, apakah bisa dikatakan sebagai murid durhaka? Guru adalah ibaratnya orang tua kita walaupun bukan orang tua kandung. 

Tidak ada guru yang akan menjerumuskan muridnya, apalagi orang tua. Doa guru sama dengan orang tua. Bila mereka tersakiti, tak ada lagi berkah bagi murid yang telah menyakitinya.

Tak ada obat untuk rasa kecewa atas kepercayaan yang telah disalahgunakan dengan tujuan menyerang tanpa mengetahui alasannya. Ketika seseorang sudah meletakkan kepercayaan atas keinginannya untuk dipercaya, dihargai, dan dihormati, pada akhirnya menyalahgunakan kepercayaan tanpa maksud yang jelas merupakan suatu tindakan kriminal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun