Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tahun Ini, Tak Kusentuh Lagi Pusaramu

9 Mei 2021   20:49 Diperbarui: 9 Mei 2021   21:02 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat peristirahatan terakhir Emak, dilihat dari maps.google.com

Ramadan selalu saja membawa ingatan padamu, Mak. Kangen pada masakan sahur dan bukamu yang sederhana, tapi selalu saja nikmat terasa. Lalu hidangan lebaranmu juga yang tak seberapa, tapi selalu saja dirindukan.

Semakin lama pergi merantau, semakin jauh pengembaraan, semakin panjang jalan pulang, semakin kuat rasa kangen itu. Sengaja kupelihara sebagai bagian baktiku yang tak seberapa.

Tak selalu aku bisa pulang. Tak selalu bisa berkumpul bersama. Entah karena jarak, entah karena kesempatan. Meski hati tak pernah pergi jauh. Engkau tahu itu. Engkau maklum itu. Engkau mengerti itu.

Saat masih sendiri, pulang lebaran dulu selalu terkendala jarak. Aku merantau ke seberang pulau untuk menuntut ilmu. Tujuh tahun merantau, dua kali saja kebaran di kampung bersamamu. Sisanya, menumpang di kampung orang; sendirian menahan rindu.

Pindah ke Ibukota, jarak pulang makin dekat. Tapi tetap saja tak bisa selalu pulang lebaran. Entah karena tugas, entah karena kesempatan, sehingga harus ditunda.

Lalu aku tak lagi sendiri, dan merantau ke Jogjakarta. Pulang lebaran tak lagi bisa setiap kali. Terpaksa harus berbagi. Tahun ini di Ciamis, tahun depan di Jakarta, berikutnya di Jogja saja.

Lalu cucumu hadir satu-persatu. Urusan mudik makin pelik. Nenek dan Mbah di Jakarta minta dikunjungi cucunya. Engkau dan Aki di Ciamis juga. Rombongan makin banyak, perjalanan makin merepotkan, tentu saja biaya makin besar.

Saat itu, tak bisa lagi aku memaksakan diri dengan status sebagai anakmu yang selalu pulang ke tempatmu. Ada orang tua lain yang juga harus dikunjungi dan ditemui. Cucu-cucumu juga punya kakek-nenek yang lain, paman-bibi, dan sepupu yang lain.

Sampai akhirnya engkau pergi, Mak. Satu cucumu yang terakhir tak sempat kau timang, tak sempat kau cium, tak sempat kaugendong. Hanya sempat kau elus saat masih dalam kandungan ibunya, pada mudik terakhir ketika engkau masih ada.

Si Bungsu jagoan itu hanya tahu tempat peristirahatan terakhirmu, yang tak setiap lebaran bisa dikunjungi.

Lalu datang pandemi. Rencana mengunjungimu sambil menunaikan kewajiban membersihkannya sebagai anak lelaki --dengan khitanan---di tempat aku dulu juga melakukannya, harus tertunda. Berharap tahun ini sebagai gantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun