"Bukan kata saya, beneran. Itu kata ustad Somad..." kata Kabayan.
"Ustad Abdul Somad, UAS?"
"Bukan, UTS, Ustad Tatang Somad, ustad dari Cisumpil itu?"
"Yang istrinya tiga itu?" tanya Nyi Iteung.
"Hus... mau tiga atau empat bukan urusan kamu. Selama sah dan dia mampu berbuat adil!" kata Kabayan, "Jangan suka bergosip, gibah, dosa tau!"
"Iya maaf, keceplosan soal itu mah..." kata Nyi Iteung. "Tapi kan dia mah cuma ustad kampung, lulusan pesantren Cisumpil juga. Ilmunya juga pasti masih cetek. Buktinya paling jauh dipanggil pengajian Cuma sampai Cibangkonol sini, itu juga karena di sini nggak ada ustad!"
"Heh... ngomongin orang lagi!" bentak Kabayan. "Tidak penting lulusan pesantren kampung atau pesantren Mesir, yang penting ilmunya bener, bukan ustad yang menyesatkan!"
Iteung diam lagi, "Iya, maaf Kang, keceplosan lagi..."
"Tuh, daripada mikirin mukena baru, mau puasa ini mendingan belajar menahan ucapan. Lebih susah itu daripada menahan lapar!" kata si Kabayan. "Sekali lagi, ibadah tuh yang penting niat. Termasuk niat untuk belajar menahan omongan!"
Iteung nyerah. Ia ngeloyor meninggalkan suaminya.
"Mau kemana kamu? Marah karena diomongin begitu?" tanya Kabayan.