Soso mengangguk-angguk. Dalam hal itu, strategi Tuan Nikoladze memang bisa diterima, dan sangat masuk akal. Pandangan bahwa ia antek-antek Tsar, sama sekali tak terlihat. Itu hanya pandangan orang luar yang tak mengenal siapa dirinya, terutama warga kota-kota lain, bukan warga Poti.
Saat kapal semakin dekat dengan dermaga, di bagian kanan kapal, tampak beberapa ekor paus menampakkan diri. Soso tak sempat melihat bagian kepalanya, hanya bagian ekornya yang menghempas permukaan laut yang terlihat. Perbincangan tentang politik terhenti, tersita oleh pemandangan indah itu.
*****
Setelah kapal benar-benar merapat di dermaga, rombongan Tuan Nikoladze turun. Seorang pegawainya sibuk mencarikan kendaraan untuk menuju penginapan. Tiga kereta kuda kemudian mengangkut rombongan itu, melintasi jalanan ke arah kiri pelabuhan dan menuju ke selatan, menuju pusat kota.
Selama perjalanan menuju penginapan, Soso merasa bahwa kota ini seperti Tiflis dalam hal keragaman penduduknya. Ia justru tak banyak melihat orang Rusia, tapi orang-orang dengan karakter fisik yang berbeda.
"Banyak orang Turki..." kata Tuan Nikoladze, "Termasuk kusir kereta ini! Dan di pelabuhan tadi, banyak orang kulit hitam yang pastinya dari daratan Afrika sana, mungkin budak atau keturunan budak!"
"Banyak orang Abkhaz[3] juga..." tambah Nyonya Guramishvili.Â
"Kenapa orang Abkhaz seperti enggan lagi bergabung dengan kita di Georgia, Tuan?" tanya Soso.
"Mereka memang sudah lama merasa berbeda dengan kita..." jawab Tuan Nikoladze. "Padahal dulu, abad ke-11, mereka adalah bagian dari Georgia. Raja Bagrat III adalah raja Georgia yang berasal dari Abkhazia. Tetapi setelah perebuatan Otoman dan Rusia, masyarakaynya terpecah-pecah, terutama dalam hal agama. Sebagian menjadi Muslim,[4] sebagian menjadi Kristen,[5] dan sejak Rusia masuk, sebagian juga dipaksa mengikuti Gereja Rusia. Mereka yang mengikuti Gereja Rusia itulah yang masih merasa sebagai bagian dari Georgia. Yang lainnya sudah tak merasa lagi. Ada yang masih menginginkan bergabung dengan Otoman, ada juga yang ingin melepaskan diri, tapi tidak bersama Georgia."
"Kita terlalu lama dipecah-pecah oleh bangsa lain, Romawi, Otoman, Persia, Rusia bahkan Mongol, sehingga kita lupa dengan bangsa kita sendiri!" timpal Nyonya Guramishvili. "Semakin lama kita berada dalam situasi ini, semakin banyak orang, terutama anak-anak muda sepertimu, yang tidak lagi merasa sebagai orang Georgia!"
"Tapi saya tidak pernah merasa sebagai orang Rusia, meski saya dididik dengan cara Rusia, setidaknya cara Gereja Rusia!" kata Soso.