Musim berikutnya, 1979-80, bermodal posisi runner-up di liga Inggris, mereka kembali berlaga di Eropa. Kali ini misinya adalah mempertahankan gelar bergengsi benua biru itu. Brian Clough masih dipercaya memimpin pasukan, materi pemain tak banyak berubah.
Di babak 32 besar, mereka menumbangkan Oster (Swedia) dengan agregat 3-1, lalu disusul dengan memulangkan Arges Pitesti (Romania) dengan agregat 4-1. Lawan berikutnya dari Jerman, BFC Dynamo juga dipulangkan dengan agregat 3-2. Di semifinal, mereka menghadapi lawan kelas kakap, Ajax Amsterdam. Kemenangan 2 gol tanpa balas di kandang, hanya dibayar satu gol Ajax saat bermain di Amsterdam, agregat 2-1 cukup mengantarkan mereka kembali ke final.
Kali ini, laga final diselenggarakan di Santiago Bernabeu, kandang Real Madrid. Lawan yang dihadapi juga cukup sangar, Hamburger SV (Jerman) yang di semifinal menggagalkan mimpi Real Madrid berlaga di kandangnya sendiri dalam partai puncak. Kalah di kandang Madrid 0-2, di Jerman, Madrid digasak 1-5.
Dalam laga alot yang disaksikan lebih dari 50 ribu penonton itu, Forest unggul cepat lewat gol John Robertson menit ke-20. Gol itu tercipta dari asis Trevor Francis, yang di final sebelumnya mencetak gol dari asis Roberton. Setelah itu, Hamburg mati-matian menyerang, sementara Forest mati-matian bertahan. Dan sukses. Mereka berhasil mempertahankan gelar juara tahun sebelumnya!
Sayangnya, setelah itu, Brian Clough yang menangani Forest sejak tahun 1975 mulai kedodoran menandingi lawan-lawannya. Di liga Inggris, prestasi Forest makin merosot, meski masih sempat menjuarai League Cups dua musim berturut-turut, 1989 dan 1990, disambung dengan FA Cup tahun 1991, Forest akhirnya terjerembab. Akhir musim 1992-93, mereka terdegradasi ke Championship.
Clough yang sudah menyumbang satu gelar Fisrt Division (sebelum menjadi Premier League), tiga trofi League Cup, 1 FA Cup, 2 trofi European Cup, 1 European Super Cup, akhirnya menyerah. Ia mengundurkan diri dari jabatan manager. Penggantinya, Frank Clark berhasil membawa Forest kembali ke Premier League setahun kemudian. Secara sensasional, musim 94-95 mereka berada di posisi ke-3, di bawah Blackburn Rovers dan Manchester United.
Clark hanya bertahan kurang dari dua tahun, sebelum musim 1996-97 saat ancaman degradasi membayangi, Clark mundur digantikan oleh Stuart Pearce yang juga merangkap sebagai pemain sebelum ditangani permanen oleh Dave Bassett. Tapi degradasi tetap tak bisa dihindari.
Basset sukses mengembalikan Forest ke Premier League setelah menjuarai Championship musim 97-98. Sayangnya pergantian di level kepemilikan klub juga berimbas pada kondisi di lapangan. Basset dipecat, digantikan sementara oleh Micky Adams sebelum akhirnya ditangani oleh Ron Atkinson. Tapi, lagi-lagi, mereka menempati posisi buncit (20), dan kembali degradasi.
Setelah itu, nama Nottingham Forest mulai terlupakan. Jangankan di kancah Eropa, ke Premier League saja mereka belum bisa balik lagi. Padahal, dengan dua trofi tertinggi Eropa, Notts Forest mencatatkan sebagai yang ketiga terbanyak bagi klub-klub Inggris, di bawah Liverpool (6 kali), Manchester United (3 kali) dan di atas Aston Villa dan Chelsea (masing-masing sekali)!Â
Dua bintang di atas logo pohon mereka tampaknya masih lama (atau bahkan sangat lamaaa) untuk bertambah....