Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (7) Buruh Pabrik Sepatu

3 Desember 2020   09:09 Diperbarui: 16 Desember 2020   15:40 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*****

Hari itu adalah hari paling menyiksa yang dirasakan oleh Soso. Ia pernah merasakan banyak siksaan fisik, entah itu dihajar Mak Keke atau Pak Beso, atau dikeroyok anak Geng Volga alias Geng Sotoy. Tapi itu tak membuat Soso merasa sakit atau merasa lemah. Sementara bekerja di pabrik itu, sungguh sangat menyiksanya. Pekerjaannya memang tak seberapa, bersama Vati –yang bertingkah layaknya atasan Soso—tugasnya adalah mengangkati gulungan kulit lembu, baik yang sudah disamak maupun yang masih mentah. Tapi aroma bahan kimia yang dipakai untuk menyamak kulit, bercampur dengan bau kulit mentah itulah yang menyiksanya. Bolak-balik ia ke belakang untuk muntah, padahal sudah tak ada lagi yang bisa dimuntahkan. Kepalanya luar biasa pusing. Ia bahkan tak bisa menikmati makan siangnya sama sekali. Selain karena perutnya masih kacau, bau itu menghilangkan selera makannya.

Sampai-sampai, pas waktunya pulang, Pak Sese harus memegangi pundak Soso karena sempoyongan kayak orang mabok chacha… rasanya sih menurut Soso, mabok chacha jauh lebih beradab daripada mabok karena aroma di pabrik itu.

Barulah perut Soso berasa mendingan setelah Mak Imel –begitu ia memanggil istri Pak Sese sekarang—mengantarkan segelas susu hangat ke kamarnya. “Nanti juga kau akan terbiasa So…” hibur Mak Imel yang lembut, selembut Mak Keke kalau sedang baik. Entahlah kalau Mak Imel nanti marah, Soso nggak tau, apakah akan segalak ibunya. “Oh iya, hari Senin depan, kau sudah bisa mulai belajar bahasa Rusia. Mak sudah ketemu gurunya. Biayanya 10 kopeck seminggu. Kau belajar tiap hari, kecuali hari Minggu…” kata Mak Imel lagi.

Soso mengangguk, jelas itu sebuah kabar yang jauh lebih baik. Setidaknya, ia membayangkan hari-harinya tak selalu berurusan dengan bau. Bukankah tujuannya ke Tiflis juga awalnya buat belajar, bukan untuk menjadi buruh kasar seperti itu.

“Ya sudah, kau istirahat dulu, nanti Mak panggil kalau waktunya makan malam…” kata Mak Imel lagi.

Soso mengangguk lagi. Ia menghabiskan sisa susunya, lalu berbaring di atas kasur jerami peninggalan bapaknya itu.

*****

Menunggu hari Senin seperti yang dijanjikan Mak Imel, terasa begitu lama. Padahal hanya tinggal empat hari lagi. Itu pertama kalinya Soso menghitung hari, apalagi jika membayangkannya di tempat kerja. Di sana, detik, menit, apalagi jam, terasa berjalan begitu lambat.

Soso sudah mulai agak terbiasa dengan bau menyengat itu. Ia juga sudah mulai bergaul dengan pekerja-pekerja lain, terutama pekerja anak sebayanya. Ada empat orang yang mau bergaul dengannya, Vati, Vateli, Kahka, dan Ogur. Semuanya orang Georgia, dan semuanya bekerja bersama bapaknya masing-masing di situ, di pabrik itu, hanya saja beda bagian karena orang tua mereka sudah memiliki posisi, bukan buruh angkut lagi seperti mereka.

Vati yang tadinya bertingkah layaknya atasan Soso, berubah menjadi anak buahnya. Begitu pula dengan Vateli, Kakha, dan Ogur. Mana mau lah Soso diplonco anak-anak di bawah umurnya –kecuali Ogur yang kayaknya seumuran dengannya. Tak ada di antara mereka yang bener-bener sekolah. Semuanya bisa membaca, tapi tak lancar. Kalau baca saja tak lancar, mana ada yang hobi baca buku, pikir Soso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun