Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Babak Benur

26 November 2020   10:57 Diperbarui: 26 November 2020   11:04 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kabayan dan Mang Odon mengunjungi lagi teman lamanya, Kang Diding yang sekarang buka usaha warung seafood di Pangandaran. Sudah lama mereka tidak ke sana, maklum, musim Covid. Kang Diding menawari menu-menu yang ada di warungnya. "Ada udang, cumi, kepiting, ikan macem-macem, tinggal pilih.. mau dimasak asam-manis, saos padang, dibakar, goring... silahkan, bebas..." kata Kang Diding.

Kabayan cengar-cengir, "Musim kopid Ding ah... duitnya juga pada dimakan pirus... saya mah minum aja, kan ke sinih juga mau ketemu kamu, bukan mau makan..."

Kang Diding nyengir, "Udah tau... nggak kopad nggak kopid, duit kamu mah emang cuma mantes-mantesin dompet aja kan?" katanya. "Udah, pilih aja, gratis sama temen lama mah... anggap aja promosi, nanti kamu promosikan lagi di Cibangkonol, biar mereka pada main dan jajan ke sini..." lanjutnya.

"Jadi saya teh kayak endorsmen gituh? Harus diaplod ke pesbuk dan instagram?" tanya Kabayan lagi. Kang Diding nyengir lagi --soal ini udah bawaan, katanya dulu waktu hamil emaknya ngidam asem tapi nggak kesampean, jadi anaknya cengar-cengir melulu. "Nggak usah, memangnya kamu miara pesbuk apa instagram? Kamu kan miara ayam aja nggak pernah beres..." jawabnya.

"Ya sudah atuh kalau begitu mah.." Kabayan melirik Mang Odon, "Mau makan apa Mang?" tanyanya. Mang Odon yang sedari tadi melihat-lihat kertas menu yang diberi gambar dan delaminating itu menunjung sebuah gambar, "Kalau udang gede ini boleh nggak Ding?" tanyanya pada Kang Diding. Kang Diding melirik, "Lobster? Waduh... ada sih, tapi yang itu mah nggak digratisin Mang..." katanya. "Ooh... padahal saya belum pernah makan yang kayak gini. Memangnya kenapa?"

Kang Diding nyengir lagi, "Mahal Mang.. sekilonya limaratusan... yang itu satunya aja bisa tiga ons..." jawabnya. "Halah... geuning mahal pisan... memangnya impor?" tanya Mang Odon yang langsung menciut mendengar harganya, dan langsung paham kenapa Kang Diding tidak menawarinya. "Yaa impor mah enggak Mang, di sini juga banyak, tapi itu produk ekspor. Namanya produk ekspor, orang-orang di sini mah lebih milih menjualnya ke luar negeri ketimbang memakannya sendiri. Bayangin aja kalo satunya tiga ons, ya kira-kira seekor bisa lebih seratus limapuluh ribu, kan kalo dibeliin ayam bisa seekor, bisa buat ngasih makan lima orang... apalagi kalau dibeliin kerupuk!" kata Kang Diding.

"Bener juga Kang..." timpal Kabayan, "kalau barang-barang di kita laku diekspor, kitanya sendiri malah jadi jarang make. Pas kemarin manggis laku diekspor, sekarang kita makan manggis yang butut aja, karena yang bagusnya dijual. Mas Darmo tukang mebel sekarang nggak lagi bikin kursi rotan, katanya rotannya malah diekspor, jadi dia nggak kebagian bahan. Nah ini juga, lobster di sini banyak, tapi karena laku diekspor, kitanya sendiri malah jadi jarang makan. Saya malah belum pernah, memangnya enak Kang?" Kabayan melirik Kang Diding. Kang Diding menggeleng, lalu nyengir. "Nggak enak?" tanya Kabayan.

"Bukan... bukan nggak enak, tapi saya juga nggak pernah makan... sayang, kan mending dijual..." jawabnya. Kabayan dan Mang Odon saling melirik, "Haar, jual lobster tapi nggak pernah makan? Aneh..." kata Mang Odon. "Aaah ya nggak aneh Mang..." kata Kang Diding, "harus dibedakan antara bisnis dan konsumsi. Saya jual masakan lobster tapi nggak pernah makan ya biasa aja. Lah itu, si Dirman, orang Cikuya, dia kan sehari-hari jualan beha di pasar. Apa iya dia pernah nyobain pake beha?" lanjutnya. Kabayan dan Mang Odon ngakak.

"Lain Ding, kok bisa mahal begitu, memangnya langka?" tanya Mang Odon yang masih penasaran. Kang Diding menggeleng, "Dulu mah banyak Mang, gede-gede, seekor bisa sampe segede gini..." jawab Kang Diding sambil memegangi lengannya di siku, "tapi sekarang makin langka, kalau nangkep di laut, dapet yang dua jari aja udah bagus..." lanjutnya. "Diet kitu lobsternya?" tanya Mang Odon. "Lain diet, tapi sekarang mah yang nyari makin banyak. Boro-boro yang gede, sekarang benurnya aja laku, malah sudah diekspor segala benurnya, padahal dulu mah dilarang..." jawab Kang Diding.

"Benurnya diekspor? Terus di sana dijadiin peyek lobster?" tanya Mang Odon. Kang Diding menggeleng, "Bukan, justru disana digedein lagi, terus yang gede dijual di restoran..." jawabnya. Mang Odon bengong, "Benurnya lebih mahal dari lobsternya?" tanyanya lagi. "Yaa enggak lah, tetep saja lebih mahal lobsternya. Tapi kan mereka pinter, daripada beli lobsternya mahal, kan mending beli bibit, digedein, baru dijual kalo udah gede, kan untungnya lebih banyak... coba Mang Odon, mending beli gurame gede apa mending anakan?" Kang Diding balik nanya. "Yaa karena saya punya empang, ya mending beli anakan, lebih murah, digedein aja sendiri, nanti kalo butuh kan tinggal ngambil... bisa dijual juga kalo ada yang mau hajatan..." jawab Mang Odon. "Nah itu, mereka juga gitu, milih beli benurnya daripada yang gede, untungnya bisa berlipat..." kata Kang Diding.

"Yaa nggak apa-apa kali jual benur, kan cepet dapet duitnya. Tukang gurame juga kan gitu, ada yang jual anakan ada yang jual gede. Kalo jual anakan cepet dapet duit, kalo gedein kan lama, belum lagi harus ngasih pakan..." timpal Kabayan. Kang Diding melirik, "Beda Kang... kalau gurame kan sudah bisa diternakkan sendiri. Anakan yang dijual juga hasil budidaya. Kalau lobster kan anakannya diambil di laut, belum ada yang bisa budidaya, kalau ada juga budidaya pembesaran, bukan pemijahan..." kata Kang Diding, "Kalau mulai dari anakan, lobster bocah, lobster ABG, lobster bapak-bapak, emak-emak sampai aki-akinya ditangkap semua, terus yang di laut siapa? Ya habis lah..." lanjut Kang Diding.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun