Aneh rasanya kalau kita mengutuk kekerasan saudara kita yang jauh gak keliatan make mata, tapi di negeri sendiri kita melakukan hal yang sama. Menginjak-injak kepala saudara kita cuma supaya kita sendiri bisa sampai di atas.
Kita kadang dalam beberapa hal, suka lupa bahwa urusan hidup dan mati sebenarnya sudah ditiupkan semenjak kepala kita rangkanya masih selembek agar-agar. Jadi sebenarnya, mau kita borong itu masker sampai pabrik-pabriknya, gak akan ada gunanya kalau tuhan sebenarnya sudah menetapkan dengan apa dan bagaimana cara kita tutup usia. Kalau tuhan sudah menakdirkan kita untuk tutup usia karena penyakit, ya sudah.Â
Minimal kita sudah usaha. Yang salah, kalau kita usaha terlalu jauh sampai lupa jadi manusia. Atau bahkan kita malah tidak punya usaha sama sekali.
Semoga tidak ada yang salah kaprah dengan yang saya maksud. Preventif itu perlu, jaga-jarak. Untung-untung selamat.Â
api momen-momen begini harusnya bikin kita sadar. Kalimat ini mungkin terdengar membosankan tapi saya percaya bahwa semakin sulit, kita harus bisa memanusiakan manusia. Hari ini bisa jadi mereka yang kebetulan kurang beruntung, besok? Lusa? Bisa jadi kita.
Sensi dan Ramayana dalam hal ini sudah membuktikan bahwa sesulit apapun ruang kita bergerak, ada poin dan pos-pos kemanusiaan yang bisa kita isi. Ia bukan hadir untuk nyari sensasi, tapi memberikan solusi.
Langkah-langkah kayak begini sepertinya harus dimulai dari diri sendiri. Minimal pastikan bahwa kita gak ngambil jatah orang lain. Bagus-bagus bisa ditiru oleh minimarket-minimarket. Jadi setiap orang punya hak yang sama untuk sehat dan jadi manusia.
Barangkali Corona hadir bukan tanpa sebab. Bisa jadi ia datang cuman buat ngingetin kalau 'kita semua harus bisa jadi manusia. Lagi'.