Ali Mutaufiiq
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang sangat penting bagi umat Muslim. Selain sebagai kewajiban yang diturunkan oleh Allah SWT, puasa Ramadhan juga memiliki dimensi yang sangat mendalam dan dapat menjadi sarana untuk mencapai Maqashid Syariah, yaitu tujuan-tujuan syariat Islam yang mencakup keselamatan dan kesejahteraan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat. Dalam puasa Ramadhan, umat Islam tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melaksanakan berbagai amalan yang bertujuan untuk menjaga agama, nyawa, akhlak, harta, dan keturunan. Artikel ini akan membahas puasa Ramadhan dari perspektif Maqashid Syariah, dengan merujuk pada pendapat para ulama, ayat Al-Qur'an, dan hadis.
Maqashid Syariah dan Puasa Ramadhan
Maqashid Syariah merujuk pada tujuan-tujuan utama yang ingin dicapai melalui penerapan syariat Islam, yang berfungsi untuk mencapai kemaslahatan hidup umat manusia. Maqashid Syariah terdiri dari lima unsur utama yang dijaga oleh Islam, yang dikenal dengan istilah "Daruriyat" (kebutuhan dasar). Kelima unsur tersebut adalah:
- Agama (Hifz al-Din)
- Nyawa (Hifz al-Nafs)
- Akhlak (Hifz al-'Aql)
- Harta (Hifz al-Mal)
- Keturunan (Hifz al-Nasl)
Puasa Ramadhan tidak hanya sekedar ibadah menahan lapar dan dahaga, tetapi juga memiliki dimensi lebih luas dalam menjaga dan mewujudkan kelima tujuan utama Maqashid Syariah tersebut. Para ulama berpendapat bahwa puasa adalah sarana yang efektif untuk mencapai kemaslahatan hidup, baik dalam tataran pribadi maupun sosial.
1. Agama (Hifz al-Din)
Salah satu tujuan utama dari puasa adalah menjaga agama (Hifz al-Din), yang tercermin dari pengajaran untuk meningkatkan ketakwaan. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 183, Allah SWT berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."(QS. Al-Baqarah: 183)
Puasa mengajarkan umat Islam untuk menjaga hubungan dengan Allah SWT, meningkatkan kesadaran spiritual, serta menumbuhkan rasa taqwa (takut kepada Allah) yang mendorong individu untuk menjauhi perbuatan dosa. Menurut Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya' Ulum al-Din, puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih diri untuk menghindari hawa nafsu, sehingga memperkuat iman dan ketakwaan seorang Muslim.
2. Nyawa (Hifz al-Nafs)