Kamu nggak sendiri kalau ngerasa harga rumah makin nggak manusiawi. Generasi milenial dan Gen Z sering banget ngerasa, "Harga rumah naik, gaji mah nanggung." Banyak studi ilmiah juga nyorot fakta ini. Tujuan tulisan ini: bedah tantangan nyata, tren preferensi, dan strategi finansial biar mimpi punya rumah bisa tetap realistis---dengan bumbu bahasa yang asyik dan santai tapi tetap ilmiah.
Menurut Wijaya & Anastasia (2021), generasi milenial mempertimbangkan faktor internal (selera dan prioritas), eksternal (dukungan keluarga, lingkungan), dan finansial saat ingin membeli rumah. Salah satu kendalanya?"Tidak tersedianya dukungan finansial dari orang terdekat sehingga ragu melakukan pembelian rumah". Ini wajar banget, bro---nggak semua orang tinggal di keluarga yang siap bantu soal DP atau cicilan awal.
Studi di Yogyakarta mengungkap bahwa harga tanah di DIY melonjak hingga 30 kali lipat dalam 16 tahun terakhir, sedangkan kenaikan gaji cuma sekitar 8,5% per tahun. Berarti, gap antara gaji dan harga properti makin lebar, bikin rumah makin "langka" buat mereka yang gajinya cuma sesuai UMR atau freelance.
Generasi Z, yang masih aktif kerja remote atau kontrak, punya skeptisisme tinggi soal beli rumah. Mereka melihat harga yang tinggi, pendapatan yang kurang stabil, dan future uncertainty sebagai hambatan utama. Intinya: kalau mau beli rumah sekarang, harus punya strategi finansial yang kuat dan fleksibel.
Riset Rethabfahisa & Ariyanto (2025) menunjukkan faktor demografi (pendapatan, pendidikan, status kerja), gaya hidup, dan atribut hunian (lokasi, fasilitas, reputasi pengembang) menjadi penentu besar dalam preferensi generasi milenial saat memilih hunian journal.stiemb.ac.id . So, kalau kamu pengin punya rumah, cari yang pas budget tetapi memenuhi kriteria ini.
Putusin dulu anggaran kamu: sisihkan minimal 20--30% penghasilan ke tabungan khusus DP rumah. Budgeting ini bukan untuk gaya-gayaan, tapi sebagai pondasi finansial biar nanti nggak pakai hutang konsumtif.
Kalau target kamu hunian Rp400--700 juta, cari area sub-urban yang punya reputasi pengembang baik, akses transportasi, dan fasilitas lengkap. Harga naik sebanding fasilitas dan lokasi---jadi jangan patah semangat, bro!Â
Bank konvensional dan syariah punya skema mereka masing-masing. Data dari IFLS-5 (Subagyo et al., 2023) bilang, income, jumlah tanggungan, dan lokasi (urban vs rural) berpengaruh signifikan terhadap penyesuaian pembiayaan mikro (housing microfinance) bagi milenial. Artinya, kamu bisa manfaatin microfinance atau KPR bank syariah dengan tenor fleksibel, asalkan perbandingan penghasilan-cicilan stabil.
Jalan kreatif lain: tinggal nyewa dulu di area strategis sambil investasi di instrumen likuid (saham, reksadana, properti sewa). Setelah dana DP terkumpul, baru deh "bugarin" rumah sendiri. Plus, kamu tetap bisa hemat uang sewa dan bikin portofolio investasi.Â
Kesimpulan:
- Harga properti vs gaji: gap makin besar---harga tanah naik puluhan kali lipat, gaji stabil cuma naik tipis tiap tahun.
- Prioritas hidup & dukungan finansial: berpengaruh besar. Kalau nggak ada support dari keluarga dan belum siap lifestyle, susah punya rumah.
- Strategi praktis: budgeting DP sejak dini, cari rumah di lokasi strategis-sub urban, pilih pembiayaan sesuai profil, dan pertimbangkan rentvesting.
- Peran lembaga & kebijakan: perbankan dan pemerintah bisa bantu lewat produk housing microfinance, subsidi DP, atau insentif pajak untuk hunian terjangkau.
Referensi: