Takut enggak kebagian itulah yang membuat kita buru-buru. Pernahkah kita menghela nafas sejenak, mencoba untuk bertanya, mengapa selama ini hidup kita selalu "buru-buru"?
Belum punya kemampuan punya rumah, buru-buru ambil kredit, dengan asumsi semakin kesini harga rumah akan semakin tinggi, kalo enggak kredit kapan akan punya rumah?
Jadilah kerja pontang panting untuk nyicil rumah, jadi angkatan 66, pergi jam 6 pagi, pulang jam 6 sore bahkan lebih, sesampai dirumah badan lelah, waktu habis hanya di dua tempat, Jalanan dan tempat kerja.
Momen-momen indah dalam hidup terlewati tanpa disadari, tumbuh kembangnya buah hati enggak begitu terpantau, karena fikiran terfokus kepada bayar cicilan, bayar cicilan, maha benar Tuhan, yang mengatakan hutang emang bikin baperan.
Kenapa hidup seperti di uber-uber?, Sekali lagi, ini karena "buru-buru", coba kalo kita sedikit santai, mau sampai kapan hidup jadi " Pengabdi Hutang"?
Itu baru rumah, belum lagi kendaraan, hanya karena ingin "buru-buru" di cap mapan, berkecukupan, memaksakan diri ambil kendaraan, kembali hidup di Uber-uber cicilan.
Ini terjadi karena perhitungan " Kalo enggak kredit, kapan punya mobil?, Kapan punya motor?,
Anak-anak muda di jejali dengan berbagai kemudahan untuk ambil kartu kredit, tanpa disadari tidak sedikit yang akhirnya hidup dari satu "lobang" ke "lobang" lainnya. Hidup hanya untuk bayar cicilan.
Itu semua karena "buru-buru", coba kalo memilih santai, jalani hidup apa adanya, semua akan kebagian kok, santai masbro, nikmati hidup
" Tetangga menikmati hidup dengan memberi makan banyak kucing, dia menikmati hidupnya dengan berbagi. Sempatkah pembayar cicilan untuk berbagi?, Minimal berbagi waktu dengan keluarga, tetangga, sedang waktu habis djalan dan tempat kerjaan"