Mohon tunggu...
Ali Muhsi Kemal
Ali Muhsi Kemal Mohon Tunggu... Penulis, Pengusaha, Pelayan tamu Allah

Saya menulis bukan untuk didengar lebih keras, tapi untuk mengabdi lebih dalam. Menyusun kata demi kata seperti menyusun doa — pelan, tulus, dan berharap tinggal lebih lama di hati pembaca. Saat ini saya berdomisili di Makkah, melayani para tamu Allah, dan di sela-sela kesibukan itu saya merawat Renung Aksara, ruang sunyi untuk segala yang tak sempat diucapkan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Di Meja Ini, Waktu Tak Lagi Netral Catatan Harian Ali Muhsi Kemal dari Kota Suci

30 April 2025   10:19 Diperbarui: 30 April 2025   10:19 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ali Muhsi Kemal (berkacamata) bersama sahabat-sahabat seperjalanan dalam pertemuan hangat di Restoran Nusantara, Makkah. Di bawah dinding yang 

Oleh: Ali Muhsi Kemal

(Penulis, peziarah makna, dan pelayan tamu-tamu Allah di Tanah Haram)

Di sudut kota yang tak pernah tidur, Makkah al-Mukarramah, aku duduk bersama sahabat-sahabat seperjuangan. Kami tak sedang membahas strategi besar, tak juga menyusun proposal megah. Kami hanya duduk. Tapi waktu, hari itu, terasa lebih mahal dari biasanya.

Di restoran sederhana, bernama Nusantara, satu kalimat di dinding mencuri perhatian kami:

"Tidak ada yang lebih berharga dari pada waktu"

Dan hari itu kami mengamininya---bukan dengan kata, tapi dengan hadir.

Kami tidak hanya menyantap makanan khas Indonesia di tengah gurun Arab, tapi menyuapkan rasa syukur atas persaudaraan yang tidak dibangun dari kepentingan sesaat. Di meja ini, kami menyusun ulang makna pengabdian, menyisir ulang cita-cita, dan menegaskan kembali: bahwa kita ini bukan kompetitor, kita ini satu pelayan, dalam satu ladang mulia.

Sebagai lelaki yang diberi amanah hidup di Makkah, mengabdi lewat layanan umrah dan haji, pemilik website: alimuhsikemal.com dan mencintai kata seperti mencintai hidup itu sendiri---aku hanya ingin satu: menjadi orang yang meninggalkan jejak, bukan hanya jejak kaki, tapi juga jejak rasa.

Semoga catatan kecil ini menjadi saksi, bahwa di tengah dunia yang berisik, masih ada ruang untuk mendengarkan. Masih ada waktu untuk duduk bersama, bukan untuk berdebat siapa yang lebih benar, tapi siapa yang lebih hadir.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun