Perkembangan mutakhir dalam ilmu neurosains periode 2024 hingga 2025 menandai sebuah transisi penting: dari ranah teoretis ke aplikasi klinis yang nyata. Laporan ini menyajikan sorotan terhadap terobosan-terobosan yang dipimpin oleh konvergensi teknologi canggih seperti Antarmuka Otak-Komputer (BCI), kecerdasan buatan (AI), dan kemajuan signifikan dalam terapi penyakit neurodegeneratif.
Revolusi Teknologi dalam Neurosains 💡
Antarmuka Otak-Komputer (BCI): Otonomi Baru bagi Pasien Lumpuh
Perkembangan BCI telah bergeser dari ranah hipotesis ilmiah menjadi aplikasi klinis yang mengubah kehidupan. Neuralink, sebuah perusahaan yang dipelopori oleh Elon Musk, berhasil menanamkan chip otak pada manusia pertama, Noland Arbaugh, yang menderita kelumpuhan akibat cedera tulang belakang. Pengalaman Arbaugh menunjukkan keberhasilan luar biasa, di mana ia kini dapat mengontrol kursor komputer, bermain catur, dan menjelajahi internet hanya dengan menggunakan pikirannya. Implan Neuralink, seukuran koin, dipasangkan dengan 1.024 elektroda yang tertanam pada benang fleksibel, yang merekam sinyal neuron dan mentransmisikannya ke perangkat digital melalui koneksi Bluetooth.
Di Tiongkok, uji klinis BCI juga menunjukkan kemajuan luar biasa dalam rehabilitasi, di mana tim ilmuwan dari Rumah Sakit Tiantan Beijing berhasil meningkatkan fungsi motorik ekstremitas atas pada 296 pasien stroke iskemik. Penting untuk dicatat bahwa 75% perusahaan BCI medis di Tiongkok menggunakan teknologi non-implan.
Pencitraan Otak Tingkat Lanjut: Resolusi Ultra-Tinggi dan Portabilitas
Inovasi dalam pencitraan otak bergerak di dua jalur yang saling melengkapi. Jalur pertama berfokus pada mesin yang lebih besar dan lebih baik untuk riset fundamental, seperti mesin MRI Iseult yang menghasilkan citra anatomi otak pada 11.7T dengan resolusi 0.2 mm hanya dalam waktu empat menit. Jalur kedua mengeksplorasi unit yang lebih kecil dan cerdas untuk aplikasi klinis yang lebih luas. Perusahaan seperti Hyperfine dan Philips telah berhasil membuat unit MRI yang portabel, hemat biaya, dan bebas helium, yang dapat digunakan di luar rumah sakit tradisional.
Frontier Interdisipliner: Neuro-AI dan Komputasi Neuromorfik 🤖
Hubungan antara neurosains dan kecerdasan buatan (AI) bersifat timbal balik. AI menyediakan alat komputasi yang kuat untuk menganalisis data neurosains, sementara pemahaman tentang otak menginspirasi pengembangan algoritma AI yang lebih efisien. Pengakuan atas sinergi ini terlihat dari penghargaan The Brain Prize 2024 yang diberikan kepada tiga fisikawan—Larry Abbott, Terrence Sejnowski, dan Haim Sompolinsky—yang menerapkan pendekatan fisika, matematika, dan statistik untuk memahami prinsip-prinsip otak. Jika Neuro-AI berfokus pada perangkat lunak, komputasi neuromorfik mewakili langkah berikutnya dalam rantai inovasi dengan meniru struktur fisik dan fungsi neuron biologis pada perangkat keras. Sistem ini, yang menggunakan spiking neural networks (SNNs), menawarkan efisiensi energi yang jauh lebih tinggi dan latensi yang lebih rendah dibandingkan dengan arsitektur konvensional, menjadikannya ideal untuk aplikasi seperti kendaraan otonom dan keamanan siber.
Terapi Klinis dan Penelitian Penyakit Neurodegeneratif 🏥
Tahun 2024 membawa kemajuan signifikan dalam pengobatan penyakit neurodegeneratif. FDA AS menyetujui Crexont (levodopa/carbidopa) untuk penyakit Parkinson’s, yang menjanjikan kontrol gejala yang lebih baik dengan dosis harian yang lebih sedikit. Sementara itu, penelitian untuk penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) berfokus pada upaya memperlambat progresi penyakit dengan menargetkan peradangan, menggunakan platform uji coba EXPERTS-ALS.
Terapi sel punca juga menunjukkan kemajuan nyata untuk penyakit Alzheimer's. Data interim dari uji klinis Fase 1 menunjukkan perbaikan pada skor kognitif pasien dan normalisasi kadar protein terkait penyakit, dengan profil keamanan yang baik. Meskipun demikian, penelitian sel punca menghadapi tantangan etika, terutama terkait penggunaan sel punca embrionik, yang mendorong inovasi untuk metode alternatif yang lebih etis, seperti penggunaan sel punca pluripoten terinduksi (iPSCs).
Tantangan Etika dan Arah Masa Depan ⚖️
Dengan kemajuan pesat ini, muncul isu-isu etika yang mendalam, seperti privasi data otak dan potensi diskriminasi yang timbul dari pengumpulannya. Isu lain termasuk etika peningkatan kognitif dan kesenjangan sosial yang dapat muncul dari akses yang tidak merata ke teknologi neurosains.
Meskipun banyak terobosan yang menarik, laporan ini juga menyoroti adanya tantangan mendasar. Penelitian dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menunjukkan bahwa inkonsistensi metodologis membatasi reproduksibilitas studi, yang pada akhirnya memperlambat kemajuan agregat. Oleh karena itu, laporan merekomendasikan agar penelitian di masa depan memprioritaskan standarisasi protokol dan mendorong kolaborasi internasional untuk memastikan kemajuan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI