Mohon tunggu...
Alifiah Vira Nur Agustin
Alifiah Vira Nur Agustin Mohon Tunggu... Lainnya - .......

99'

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Fenomena Kotak Kosong dalam Pilkada Calon Tunggal Kabupaten Wonosobo 2020

18 Januari 2021   12:57 Diperbarui: 18 Januari 2021   13:14 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Berbicara mengenai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), maka kita akan mengaitkannya sebagai bentuk manifestasi dari sistem yang dijalankan oleh pemerintahan di Indonesia, yakni demokrasi. Pilkada sendiri menjadi sarana kedaulatan rakyat di daerah. Penyelenggaraan pilkada secara langsung oleh rakyat tidak bisa dipisahkan dari upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kualitas demokrasi lokal dan pemerintahan daerah menyusul bergulirnya agenda demokratisasi pasca-Orde Baru. 

Seperti diketahui, era reformasi yang ditandai oleh lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 tidak hanya membuka peluang bagi bangsa Indonesia untuk meninggalkan sistem otoriter dan membangun sistem demokrasi, tetapi juga menjadi momentum emas bagi implementasi agenda desentralisasi dan otonomi luas bagi daerah.[1] 

Sistem desentralisasi ini telah memberikan ruang demokrasi yang seluas-luasnya bagi daerah. Pilkada dilaksanakan untuk memilih kepala daerah dan wakil-wakil rakyat di DPRD, dimana mereka dipilih langsung oleh masyarakat di daerahnya. Dengan demikian, legitimasi kedudukan Kepala Daerah dan Anggota DPRD menjadi lebih representatif, bila Pilkada ini dilaksanakan secara demokratis dan sesuai dengan prosedur yang berlaku berdasarkan peraturan perundang-undangan. 

Pilkada yang demokratis biasanya diupayakan agar pelaksanaannya efektif, efisien, dan menghasilkan pemimpin-pemimpin di daerah yang representatif bagi kepentingan rakyat di daerah yang dipimpinnya. Efektif berarti dalam pelaksanaanya harus sesuai aturan yang ditetapkan dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Efisien berarti pelaksanaan pilkada serentak harus dilaksanakan dengan menggunakan anggaran sehemat mungkin. 

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Pilkada adalah dengan menerapkan sistem Pilkada Serentak. Pilkada serentak bisa menjadi pintu masuk untuk membangun demokrasi yang berkualitas. Namun hal ini menjadi pekerjaan yang berat dan kompleks. Tidak hanya KPU Pusat dan KPU di daerah sebagai penyelenggara dan lembaga pengawas Pemilu yang bertanggungjawab untuk mewujudkan demokrasi yang berkualitas. Para kandidat, partai politik pengusung, dan masyarakat juga memiliki andil untuk mewujudkan Pilkada yang demokratis, jujur dan adil, yang mampu menghasilkan figur-figur kepala daerah yang bersih dan memiliki kecakapan untuk memimpin serta membangun daerah ke depan.

Pilkada Serentak 2020 pun telah dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Berdasarkan data KPU RI, Pilkada Serentak 2020 melibatkan 69 calon kepala daerah dari jalur perseorangan, dan 672 kandidat yang diusung oleh partai politik. Sebanyak 100.359.152 warga di Daftar Pemilih Tetap (DPT) akan memberikan hak pilih dalam 9 Pemilihan Gubernur (Pilgub), 224 Pilbup atau Pemilihan Bupati, dan 37 Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot). 

Pencoblosan dalam Pilkada Serentak dilakukan di 298.939 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di 309 kabupaten/kota. Namun di sisi lain, Pilkada 2020 juga masih memunculkan fenomena calon tunggal, sebagaimana terjadi di tiga edisi pemilihan kepala daerah serentak sebelumnya. Tercatat ada 25 pasangan calon yang melawan kotak kosong karena tidak memiliki lawan di Pilkada 2020 dimana salah satunya ialah terjadi di Kabupaten Wonosobo.[2] 

Pilkada di Kabupaten Wonosobo tahun 2020 ini menyisakan sebuah fenomena politik yang menarik. Hal ini disebabkan karena kontestasi Pilkada di Kabupaten Wonosobo tahun 2020 hanya diikuti oleh satu pasangan calon tunggal, yaitu Afif Nurhidayat dan Muhammad Albar. Sehingga, dalam pemilihan bupati Wonosobo 2020 ini, paslon Afif-Albar akan melawan kotak kosong. 

Seperti yang diketahui, Afif Nurhidayat merupakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Wonosobo Periode 2019-2024. Ia adalah kader partai PDIP yang sudah menjadi ketua dari DPC PDIP Wonosobo untuk kali ketiga dengan periode 2019-2024. Koalisi besar pengusung bakal pasangan calon Afif-Albar, yakni PDI Perjuangan, PKB, Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Demokrat, PAN, dan Partai Hanura. 

Sedangkan pada calon lain yang diusung oleh PPP yakni Eko Purnomo sebagai salah satu petahana yang sebelumnya menjabat sebagai Bupati Wonosobo, gagal mendaftar karena tidak memenuhi persyaratan paslon untuk ikut dalam kontestasi Pilkada. Saat mendaftar, PPP tidak berkoalisi dengan partai lain. Sementara PPP hanya memiliki 3 kursi di DPRD.[3] Karena dibutuhkan minimal 9 kursi di DPRD agar partai bisa mengusungkan calon, sedangkan yang tadinya PPP akan berkoalisi dengan Gerindra ternyata malah batal entah apa penyebabnya. Gerindra memilih untuk bersikap netral. Sehingga dengan begitu Pilkada Wonosobo dipastikan hanya diikuti oleh calon tunggal melawan kotak kosong. 

Selain itu, terdapat kejadian menarik pula dimana terdapat sejumlah kelompok yang mendukung kotak kosong di Kabupaten Wonosobo seperti Barisan Pejuang Kotak Kosong atau Baju Koko, Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi, dan Relawan Perindo. Hal ini karena, penetapan calon tunggal membuat pesta demokrasi di Wonosobo tidak berlangsung sehat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun