Mohon tunggu...
Alifia Putri Widiyanto
Alifia Putri Widiyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa yang suka penasaran dengan sejarah atau hal-hal baru yang tidak diketahui, Mari menjelajahi dunia lewat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengaruh Baitul Hikmah Sebagai Pusat Ilmu Pengetahuan Pada Masa Dinasti Abbasiyah

16 Maret 2025   17:27 Diperbarui: 16 Maret 2025   17:27 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baitul Hikmah yang Hilang https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fislami.co%2Fbaitul-hikmah-simbol-peradaban-islam-yang-hilang%2F&psig=AOvVa

Peradaban Islam mengalami puncak kejayaannya pada masa Dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah kurang berminat terhadap penaklukan sebagaimana yang dilakukan oleh Dinasti Umayyah, tetapi Dinasti Abbasiyah lebih berfokus pada pengetahuan dan masalah yang ada di dalam negeri. Hal tersebut terlihat melalui upaya mereka dalam menerjemahkan buku-buku asing yang berbahasa Yunani, Romawi, Persia, ke dalam bahasa Arab dan mendalami ilmu pengetahuan dari peradaban lain. Puncak kejayaan pada masa ini ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pendidikan di Baghdad. Kemajuan peradaban Islam tersebut, tidak terlepas dari pengaruh Baitul Hikmah. Dinasti Abbasiyah menjadikan Baitul Hikmah di kota Baghdad sebagai pusat utama dari perkembangan peradaban Islam.

Baitul Hikmah adalah perpustakaan dan pusat penerjemahan pada masa Dinasti Abbasiyah. Perpustakaan ini didirikan oleh khalifah kelima Dinasti Abbasiyah yaitu Harun Ar-Rasyid. Pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid, perpustakaan bernama Khizanah al-Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Kemudian di masa khalifah ketujuh yaitu Al-Ma'mun berganti nama menjadi Baitul Hikmah. Tujuan utama didirikannya Baitul Hikmah adalah untuk mengumpulkan dan menerjemahkan ilmu-ilmu pengetahuan yang menggunakan bahasa asing ke dalam bahasa Arab. Akibat dari pengalihbahasaan itu, ilmu pengetahuan di dunia Islam berkembang dengan sangat pesat. Pada masa inilah ilmu pengetahuan dan intelektual mencapai titik puncaknya.

Baitul Hikmah pada masa ini digunakan sebagai tempat untuk menyimpan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Tiongkok, Romawi, Yunani bahkan India. Lembaga ini menjadi simbol penting dari kepemimpinan Dinasti Abbasiyah, karena dapat menyatukan cendekiawan, ilmuwan, dan penerjemah untuk mengumpulkan, menerjemahkan dan melestarikan pengetahuan dari peradaban Yunani klasik serta peradaban yang lainnya.

Pada masa yang sama, Islam mengalami masa keemasan "The Golden Age of Islam"  karena di masa inilah ilmu pengetahuan berkembang pesat, pembangunan tempat keilmuan dan perkembangan teknologi serta kebudayaan juga banyak dilakukan. Selain itu, cabang ilmu baru juga banyak bermunculan.

Baitul Hikmah menjadi pusat pengetahuan yang menampung berbagai disiplin ilmu, seperti astronomi, matematika, filsafat dan kedokteran. Selain menjadi pusat untuk menerjemahkan, Baitul Hikmah juga digunakan sebagai tempat di mana ilmuwan seperti Al-Kindi, Al-Khawarizmi dan Ibnu Sina menciptakan karya-karya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan menjadikannya sebagai landasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern. Salah satu pencapaian besar Baitul Hikmah terletak pada perannya dalam memelihara dan menerjemahkan karya-karya milik Plato, Aristoteles dan masih banyak lainnya yang kemudian menjadi dasar bagi kemajuan di Eropa pada masa Renaisans.

Usaha penerjemahan karya-karya ilmiah dilakukan oleh seorang Kristen yang pandai berbahasa Yunani dan Arab, yaitu Hunain ibn Ishaq. Beliau memperkenalkan metode penerjemahan baru dengan menerjemahkan per kalimat bukan menerjemahkan per kata. Hal ini bertujuan untuk memperoleh keakuratan pada buku tersebut. Salah satu buku yang berhasil beliau terjemahkan ke dalam bahasa Arab, yaitu buku kedokteran yang dikarang oleh Paulus Al-Agani. Tak hanya itu, beliau juga menerjemahkan kitab Republik dari Plato dan kitab Kategori, Magna Moralia milik Aristoteles dengan bantuan para penerjemah dari Baitul Hikmah. Penerjemahan buku-buku asing terus berjalan tidak hanya menjadi urusan istana, tetapi juga menjadi usaha yang dilakukan oleh orang-orang yang suka dan mencintai ilmu.

Terdapat dua institusi pendidikan Islam yang melanjutkan warisan intelektual dari Baitul Hikmah setelah kehancurannya pada tahun 1258, yaitu Madrasah Nizhamiyah dan Madrasah Mustanshiriyah. Kedua madrasah ini berperan penting dalam menjaga dan mengembangkan ilmu pengetahuan di dunia Islam.

Madrasah Nizhamiyah adalah salah satu institusi pendidikan Islam tertua yang didirikan oleh kekhalifahan Abbasiyah. Madrasah ini didirikan oleh Nizam al-Mulk, beliau merupakan seorang wazir atau perdana Menteri dari Dinasti Saljuk, yaitu sebuah dinasti kecil dari Dinasti Abbasiyah. Madrasah Nizhamiyah didirikan di kota Baghdad pada tahun 1065 Masehi dan menjadi model bagi institusi pendidikan Islam pada masa itu. Madrasah ini menyediakan program Pendidikan yang luas, mencakup studi Al-Qur'an, hadis, tafsir, fikih, bahasa, matematika, astronomi, filsafat, sejarah dan lain-lain. Salah satu lulusan terkenalnya adalah Al-Ghazali (405-505 H) dan menjadi syekh Madrasah Nizhamiyah.

Madrasah Mustanshiriyah dibangun pada periode kedua Dinasti Abbasiyah pada masa Dinasti Saljuk. Madrasah ini merupakan institusi pendidikan Islam kedua di kota Baghdad yang didirikan pada tahun 1227 Masehi. Pendiri madrasah Mustanshiriyah adalah khalifah Abu Ja'far al-Mansur bin Muhammad al-Zahir, yang memiliki gelar Al-Mustanshir Billah. Kurikulum di madrasah ini memiliki dua kategori, yaitu ilmu pengetahuan dasar dan pengetahuan bahasa Arab serta ilmu pengetahuan yang bersifat rasional.

Madrasah Nizhamiyah dan Mustanshiriyah melanjutkan warisan Baitul Hikmah dalam pengembangan ilmu pengetahuan, multidisiplin ilmu, serta pelestarian karya intelektualnya. Meskipun lebih banyak berfokus pada studi Islam, namun keduanya tetap mempertahankan keilmuan yang sudah dimulai sejak zaman Baitul Hikmah. Jadi, meskipun Baitul Hikmah sudah runtuh tetapi warisan keilmuannya terus berlanjut melalui kedua madrasah ini.

Keruntuhan Dinasti Abbasiyah awal mulanya karena khalifah Al-Mu'tasim memberikan kesempatan pada bangsa Turki untuk terlibat dalam pemerintahan dan menjadikan mereka tantara pengawal kerajaan. Selain itu, keruntuhan ini juga ditandai dengan munculnya konflik internal kerajaan, perkembangan Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, pemberontakan dari kelompok Syiah dan aliran pemikiran. Walaupun menghadapi konflik yang cukup banyak tetapi semua itu bisa diatasi. Puncak keruntuhannya saat terjadi serangan dari tentara Mongol yang berjumlah sekitar 200.000 orang pada tahun 1258 Masehi. Khalifah Al-Mu'tasim benar-benar tidak berdaya dan tidak mampu membendung banyaknya tentara Hulaghu Khan. Beliau adalah khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah dan telah terbunuh oleh tentara Mongol yang menyebabkan pemerintahan Abbasiyah berakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun