Mohon tunggu...
ALI (ARSIP LITERASI ILMIAH)
ALI (ARSIP LITERASI ILMIAH) Mohon Tunggu... Penulis

"ALI (Arsip Literasi Ilmiah) adalah ruang berbagi gagasan, opini, dan karya tulis ilmiah yang disajikan dengan bahasa sederhana namun tetap tajam dan kritis. Mengulas isu-isu sosial, pendidikan, budaya, hingga agama dengan perspektif literasi yang mencerahkan."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Masjid Modern: Menuju Pengelolaan Digital

16 September 2025   08:37 Diperbarui: 16 September 2025   08:40 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DR. Carles M.Pd.i (Dosen UIN Bukittinggi)

Masjid sejak awal hadir bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga pusat kehidupan umat: tempat belajar, berdiskusi, hingga menggerakkan ekonomi. Namun di era digital, peran besar ini menuntut cara pengelolaan yang baru---lebih cepat, transparan, dan dekat dengan jamaah.

Kementerian Agama sebenarnya telah menetapkan tiga standar utama dalam pengelolaan masjid: idarah (pengelolaan organisasi), imarah (memakmurkan masjid), dan ri'ayah (pemeliharaan). Tetapi sepuluh tahun setelah aturan itu dibuat, kita menyadari bahwa ada satu standar baru yang tak bisa dihindari: transformasi digital.

Pandemi COVID-19 menjadi bukti nyata. Masjid yang sudah memanfaatkan teknologi mampu tetap aktif, bahkan berkembang. Kajian tetap berjalan lewat siaran langsung, donasi tetap mengalir melalui aplikasi, dan komunikasi jamaah berlangsung tanpa hambatan. Sementara masjid yang masih bertahan dengan cara lama justru kesulitan melayani umat.

Lalu, seperti apa wujud masjid digital? Ada empat pilar utama. Pertama, idarah digital, yaitu pengelolaan organisasi berbasis sistem informasi: keuangan yang transparan, database jamaah, aplikasi jadwal kegiatan, hingga laporan real-time. Kedua, imarah digital, memakmurkan masjid lewat teknologi: dari kajian online, aplikasi belajar Al-Qur'an, donasi digital, hingga dakwah melalui media sosial. Ketiga, ri'ayah digital, pemeliharaan masjid dengan pendekatan modern: CCTV online, smart building untuk hemat energi, hingga QR code untuk informasi fasilitas. Dan keempat, transformasi digital, yakni standar baru berupa website resmi, aplikasi masjid, sistem pembayaran digital, hingga integrasi jadwal shalat dan arah kiblat.

Tentu saja, perubahan ini tidak harus dilakukan sekaligus. Masjid bisa mulai dari langkah sederhana: membuat website, membuka akun media sosial, atau menggunakan aplikasi keuangan digital. Di sinilah peran generasi muda sangat penting. Mereka yang melek teknologi dapat menjadi motor penggerak, sementara para pengurus senior memberi arahan dan menjaga nilai-nilai esensial.

Tantangan pasti ada. Sebagian jamaah senior mungkin canggung dengan teknologi, dan dana sering kali terbatas. Namun, solusi juga tersedia: edukasi bertahap, tetap sediakan layanan konvensional selama masa transisi, serta manfaatkan teknologi murah bahkan gratis.

Masjid masa depan adalah masjid yang seimbang: tetap menjadi rumah Allah yang penuh spiritualitas, sekaligus pusat informasi, edukasi, dan pelayanan umat yang bisa diakses kapan saja. Dengan digitalisasi, masjid tidak kehilangan jati dirinya, justru semakin relevan bagi generasi hari ini dan mendatang.

Wallahu a'lam bishawab.

Author: Dr. Carles M.Pd.i (Dosen UIN Bukittinggi)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun