Blus Palestina di Parlemen Belanda: Esther Ouwehand Lawan Tekanan KetuaÂ
Kamis (18/9), sidang anggaran di parlemen Belanda berlangsung panas bukan hanya karena perdebatan kebijakan, tetapi juga karena pilihan busana salah satu anggotanya. Esther Ouwehand hadir dengan blus bermotif warna merah, putih, hijau, dan hitam warna yang identik dengan bendera Palestina.
Ketua DPR Belanda, Martin Bosma, langsung menyatakan keberatan. Baginya, busana tersebut terlalu sarat pesan politik dan tidak pantas ditampilkan di forum resmi. Ia bahkan meminta Esther mengganti pakaian. Namun, Esther menolak tudingan itu dan menegaskan bahwa aturan parlemen tidak pernah melarang anggota mengenakan busana dengan motif atau warna tertentu.
Perdebatan singkat pun terjadi. Bosma tetap bersikeras, hingga akhirnya Esther memilih keluar ruangan. Tak lama kemudian, ia kembali hadir dengan kemeja merah muda bercorak titik hitam dipadu celana hijau. Pakaian itu jelas merupakan simbol solidaritas Palestina yang sudah lama dikenal dengan motif semangka ikon yang populer digunakan aktivis pron Palestina untuk menghindari larangan penggunaan bendera.
Dalam pernyataannya, Esther menegaskan dukungannya pada rakyat Palestina, khususnya mereka yang berada di Gaza. Ia menekankan pentingnya memberi ruang bagi kelompok rentan dan menolak sikap diam terhadap ketidakadilan yang menimpa Palestina.
Simbol Kecil, Pesan Besar
Apa yang dilakukan Esther sejatinya bukan sekadar soal pakaian. Di banyak negara Eropa, isu Palestina kerap menjadi perdebatan sensitif. Dengan memilih busana bercorak bendera Palestina maupun simbol semangka, Esther mengirimkan pesan politik yang jelas: solidaritas bisa ditunjukkan dengan cara apa pun, termasuk lewat simbol sederhana.
Bagi para pendukung Palestina, langkah Esther adalah bentuk keberanian moral. Ia menunjukkan bahwa bahkan di ruang politik yang kaku sekalipun, suara keadilan tetap bisa bergema.
Politik dan Moralitas
Kasus ini juga membuka ruang diskusi yang lebih luas: apakah simbol politik pantas hadir di parlemen? Bosma beranggapan hal itu tidak sepatutnya terjadi. Namun, insiden ini justru membuktikan bahwa politik bukan hanya angka dan kebijakan, tetapi juga nilai, sikap, dan keberpihakan moral.
Di tengah krisis kemanusiaan di Gaza, Esther telah membuktikan bahwa solidaritas tak bisa dibungkam hanya karena aturan berpakaian. Parlemen bukan semata mata forum birokratis, melainkan juga panggung moral di mana nilai nilai kemanusiaan harus diperjuangkan.