Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Memutuskan Child Free, Menolak Cinta Sejati dalam Perkawinan

31 Agustus 2021   12:44 Diperbarui: 31 Agustus 2021   13:01 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Instagram/abudherypastrana 

Paham dasar perkawinan adalah ikatan cinta antara seorang pria dan seorang wanita. Ikatan cinta diwujudkan pertama-tama dalam perjanjian antara keduanya, disaksikan oleh wali ataupun banyak orang yang hadir dan dihadapan pejabat tertentu. Ikatan cinta inilah yang mendasari perjanjian dan sekaligus membawa konsekuensi lain yang akan mengikutinya. 

Konsekuen yang mengikutinya, pertama penyerahan diri secara total (dalam kekuatan dan kelemahan) antara kedua pasangan. Dalam penyerahan diri kedua pasangan kedua membutuhkan sikap saling memberi dan menerima. Memberi dan menerima dengan tulus hati, tanpa paksaan manapun. 

Kedua, berpartisipasi. Keikutsertaan kedua pasangan dalam meneruskan keturunan. Ini artinya melanjutkan karya penciptaan sebagai bentuk partisipasi manusia bersama Tuhan mengelola dunia ini. 

Ketiga, keturunan, anak. Pewaris perabadan dunia ini di masa depan. Anak merupakan pemberian Tuhan dan orangtua merawat, membesarkan serta melatih untuk menghadapi masa depan. Disinilah, orangtua mewariskan peradaban manusia untuk masa depan dunia.

Paham dasar inilah yang kemudian menolak ikatan perkawinan sama jenis, (dan / atau poliandri dan poligami). Sebuah ikatan yang dikatakan oleh kaum liberalis sebagai ikatan cinta, namun seyogyanya bermuatan hedonis belaka. 

Memutuskan child free, adalah cara keliru memaknai cinta. Karena cinta sejatinya yang telah disatupadukan memiliki makna pemberian diri secara total, tanpa ada embel-embelnya. Juga karena cinta memiliki ekspresi jiwa dan raga. 

Ekspresi ini akan memiliki konsekuensi mendapatkan keturunan. Ketika ekspresi cinta ini dibatasi dengan suatu perencanaan penolakan diri untuk tidak memiliki anak, disinilah keputusan itu dikatakan miscinta, punya ikatan tetapi masih terbatas, belum memiliki sikap terbuka baik dalam dirinya mau masa depan dunia ini.

Memutuskan child free, mempengaruhi ikatan kedua pasangan. Pertama, kedua pasangan lebih mengutamakan hal lain, seperti kesenangan, pekerjaan, travelling, keluarga asal, dll. Kedua, ikatan kedua pasangan itu, akan tidak memiliki generasi penerus. Akan ada kehilangan jejak keturunan di masa depan. Bahkan keadaban kedua pasangan, sirna. Ketiga, secara tidak langsung kedua pasangan membuka ruang untuk memberikan kebebasan ikatan cinta tanpa menerima konsekuensi dari ikatan cinta itu.

Memutuskan child free, selain membawa mempengaruhi kedua pasangan yang sudah disampaikan tadi, juga membawa dampak secara sosial-budaya. Pertama, membuka ruang tumbuh suburnya ideologi liberalisme, hedonisme, dan sekretarian dalam hidup berkeluarga. 

Kedua, kedua pasangan membuka takbir tentang ketidakbermaknaan suatu makna ikatan cinta. Padahal esesensinya, ikatan cinta juga membawa ide atau gagasan bagi generasi untuk belajar bagaimana kehadiran buah hati, proses pendidikan, dan memberi makna beradaban cinta bagi sesama. 

Ketiga, ikatan cinta yang diwujudkan dalam perjanjian, yang merupakan suatu produk hukum dasar, jika terus menerus tidak membawa dampak positif secara sosial, maka akan meragukan generasi muda untuk memiliki kesempatan apatis untuk hidup berkeluarga dalam suatu ikatan. Orang justru akan memilih untuk hidup bersama tanpa ikatan cinta, perjanjian yang sah. Disinilah, ruang ruang kebebasan hidup tanpa ikatan, menjadi lahan subur dalam dunia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun