Sebuah pondok pesantren yang masyhur dengan nama Pondok Pesantren Kepang ini, memiliki nama asli Pondok Pesantren Al-Falah Salafi Al-Kholili. Pondok pesantren (PP) yang didirikan pada tahun 1938 M merupakan rintisan dari seorang santri yang sekaligus menantu Syaikhona Kholil Bangkalan. Beliau bernama Kiai Haji Yasin Bin KH Ya'qub. KH Yasin menikah dengan Nyai Asma, putri bungsu Syaikhona Kholil dari istri Nyai Maissy.
Usai menjalankan beberapa tahun kehidupan berumah tangga bersama mertua, KH Yasin dan istri memutuskan untuk mencari kehidupan baru bersama, tanpa embel-embel dari orang tua.Â
KH Yasin dan sang istri hijrah ke daerah Kepang, Kelurahan Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan. Saat itu, Kepang masih terdiri dari rawa-rawa, dan hutan. Beliau menghidupkan tanah yang mati (Ihya'ul Mawat) dan menutup salah satu sumber air.Â
Konon katanya, hanya KH Yasin yang mampu menutup sumber air tersebut. Kejadian ini berlangsung pada 1934 M. Pada tahun ini, juga lahir putri keempat beliau, yang diberi nama Badiyah Yasin (Hutan Belantara) sebagai tanda atas perjuangan KH Yasin dalam mendirikan kepang dengan menaklukkan hutan belantara.
KH Yasin mempunyai hobby dengan alam. KH Yasin gemar menanam dan membuat taman. Kesenangan ini, beliau aplikasikan dengan baik hingga menghasilkan pundi-pundi rupiah. Hasil babatan beliau, mencapai 36 Hektar dan yang terpakai 10 Hektar. Hal ini, beliau manfaatkan dengan menanam kelapa, kendongdong, mangga, dan salak. Untuk mendapat hasil yang memuaskan, KH Yasin mendatangkan tenaga ahli agar mampu mengelola perkebunannya dengan baik, diantaranya dari Malang, Situbondo, Jember dan lain-lain.
Selain itu, KH Yasin juga memelihara ribuan unggas. Diantaranya bebek, ayam dan angsa. Perlu diketahui, Kepang memiliki aliran sungai yang mendukung untuk kehidupan hewan-hewan tersebut. Hewan-hewan tersebut juga memiliki income yang besar untuk pesantren.
Diawali dengan hobby, KH Yasin pun mampu menangkap peluang bagus. Walaupun begitu, KH Yasin tak melupakan kewajiban utamanya, yakni sebagai seorang Pimpinan Pesantren.Â
Beliau dengan baik mengamalkan dawuh guru sekaligus mertuanya, Syaikhona Kholil, yaitu: "Kennengah Kennengih, Lakonah Lakonih", yang dalam bahasa Indonesia bermakna, "Tempatnya, Tempati, Pekerjaannya, Kerjakan".Â
Maka dari itu, beliau mengutus beberapa orang untuk mengelola tanah mati milik beliau untuk kemudian disulap menjadi ladang bisnis tanpa terjun langsung sembari menjadi pemantau.
Dengan ekonomi yang mapan, tak menjadikan KH Yasin sosok yang glaomour. Beliau tetaplah sosok yang sederhana. Selama hidupnya beliau sangat suka mengkonsumsi ikan-ikan sungai di Kepang yang beliau tangkap sendiri. Biasanya, Beliau menyuruh putrinya untuk menjadikannya ikan asin. Tamu-tamu juga sering disuguhi ikan tersebut.
Dari cerita diatas, dapat disimpulkan bahwa sebuah pesantren harus berdiri dengan mandiri. Seorang Kiai yang memiliki keilmuan yang mumpuni, juga harus didukung dengan ekonomi yang mapan.Â