Mohon tunggu...
Alfiansyah_senja
Alfiansyah_senja Mohon Tunggu... Buruh - Penulis artikel, foto, dan traveling

Lahir dan besar di kota Balikpapan. "Setiap Malam adalah Sepi" adalah novel perdana yang berhasil dicetak lewat proyek indiependent. Novel ini bercerita tentang kehidupan urban seorang pekerja yang bekerja di malam hari di Kota Balikpapan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Seakan Hubungan Mesra Telah Putus

28 Februari 2020   13:38 Diperbarui: 28 Februari 2020   14:01 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Aksi bersih-bersih sampah plastik di Pesisir Balikpapan

Oleh : Alfiansyah

Masalah lingkungan hidup dan dampak yang terjadi karena tingkah laku, eksploitasi, dan budaya buruk manusia, membuat alam tidak lagi bersahabat merupakan proses kebudayaan yang juga menjadi musuh bebuyutan insan manusia, terutama aktivis lingkungan, pencinta lingkungan, dan yang pasti elemen masyarakat yang selalu tetap setia membagi waktu, pikiran, tenaga, dan finansial, demi memelihara ekosistem agar tetap seimbang.

Festival Pesisir Balikpapan, yakni sebuah acara meriah di Pantai Manggar, Balikpapan, Kalimantan Timur, dalam rangka HUT Balikpapan, telah berakhir sepekan lalu (terhitung dari tanggal 23 Februari 2020). Berbagai acara meriah telah disajikan, membuat masyarakat Balikpapan yang haus akan hiburan merasa puas.

Setidaknya, sebagai kota jasa, masyarakatnya bisa sedikit menghibur diri dari rutinitas jam kerja 08.00 - 17.00 (waktu normal karyawan dalam bekerja). Rutinitas itu dilakukan setiap Senin sampai Jumat. Padahal hidup cuman sekali. Ya, begitulah nasib karyawan.

Saya sepakat dengan adanya Festival Pesisir Balikpapan, karena, selain letak geografis Balikpapan berada di pesisir, era kolonialisme disebut "Kota Minyak"---masih melekat sampai sekarang namun ngantre bahan bakar minyaknya di POM bensin minta ampun----tonggak sejarah Balikpapan tidak terlepas dari perairan pesisir sebagai saksi bisu, penghubung di mana cerita rakyat asal nama Balikpapan itu bermula.

Pada kenyataanya dan ini sering terjadi, festival itu seperti sebuah jamuan hidangan mewah di atas meja makan. Semua tersaji lengkap, perut kenyang, hati senang, namun semua lupa mencuci piringnya masing-masing. Sampah berserakan sana-sini. Plastik kantongan, botol, kemasan bumbu dapur, makanan ringan, cemilan, dan lain-lain menumpuk di pesisir sepanjang pantai dan sungai Balikpapan.

Saya tidak menyalahkan pengunjung pantai, namun peristiwa ini telah berlangsung lama dan anehnya sudah menjadi budaya masyarakat pesisir "buang sampah tidak pada tempatnya, namun di pantai, karena nanti larut di telan ombak".

Minggu, 23 Februari 2020 pukul 10.00 Wita saya dihubungi Ipung, sahabat karib saya. Setelah dihubungi Hery Seputro dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Balikpapan, ia mengajak saya bersih-bersih pantai di Pendopo Teritip, Balikpapan Timur.

Saya mengenal Hery dari Ipung, saya lupa bulan dan tanggal berapa. Jika tidak salah, di tahun 2018, ketika kami merilis penyu di Sungai Manggar, yang tidak sengaja menabrak jaring nelayan.

Di tengah jadwalnya yang begitu padat, dia berkali-kali mengkoordinir kegiatan sosial yang berhubungan dengan ekosistem perairan Balikpapan, baik itu biota laut, penanaman bibit mangrove, dan bersih-bersih di pesisir pantai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun