Ngidam merupakan salah satu fenomena yang bisa dikatakan unik. Hampir semua calon ibu mengalami ngidam saat hamil, tak khayal banyak suami yang terkadang sampai kualahan karena fenomena ini. Ngidam bukan termasuk hal baru dalam dunia medis dan kemunculannya pun beralasan karena beberapa faktor.
Melansir dari laman www.klikdokter.com menurut dr. Dyah Novita Anggraini, ngidam dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya perubahan hormon, perubahan indera perasa, peningkatan produksi air liur, kebutuhan energi dan gizi ibu hamil yang meningkat, emosi cenderung tidak stabil dan perubahan psikologis.
Dalam kaca mata medis, menurut pendapat dr. Dyah Novita Anggraini, tidak ada salahnya bagi seorang suami untuk memenuhi permintaan istrinya yang lagi ngidam, selama permintaannya masuk akal dan mungkin untuk dilakukan. Akan tetapi ketika permintaannya sudah berada di luar batas kemampuan suami bahkan sampai membahayakan dirinya, maka suami boleh saja menolaknya, semisal si istri lagi ngidam rujak cingur dengan sambal berlebih atau mie sakera yang terkenal dengan pedasnya. Konteks ngidam semacam ini sangat tidak direkomendasikan dalam dunia medis dan kedokteran, pasalnya hal ini dapat menyebabkan diare sehingga memicu dehidrasi yang ketika mencapai kondisi yang parah akan mengurangi volume air ketuban.
Mitos yang beredar hingga kekhawatiran berlebih sang calon ayah bahwa ketika ngidam nya sang istri tidak dipenuhi maka akan berakibat ngeces pada si bayi (bayi ngiler/keluar air liur). Nah, bagaimana sebenarnya fiqh memandang fenomena ngidam ini, harusnya suami selalu memenuhi keinginan istrinya yang ngidam?
*Hukum Ngidam
Dalam kamus Lisanul ‘Arob karya Ibn Mandzur, ngidam disebut dengan istilah waham atau wiham(keinginan) yang hanya terjadi pada wanita yang sedang mengandung/hamil, berikut redaksinya:
وَحِمَت الـمرأَة تَوْحَم وَحَماً إِذا اشتهَت شيئاً علـى حَبَلِها، وهي تَـحِمُ ، والاسم الوِحامُ و الوَحام ، ولـيس الوِحامُ إِلا فـي شَهْوَة الـحَبَل خاصَّة
“Waham merupakan istilah ketika perempuan menginginkan sesuatu atas kandungannya, dalam istilah lain juga dikenal wahaam (dibaca panjang) dan wihaam, wihaam (mengidam) hanya terjadi pada wanita yang sedang hamil”
Pembahasan perihal ngidam ini tentunya juga membahas perihal kewajiban nafkah suami terhadap istri. Lazimnya kita ketahui bahwa seorang suami wajib untuk memberikan nafkah terhadap istri di antaranya adalah memenuhi kebutuhan makanan serta lauk pauknya. Dari sini, para ulama’ di dalam literatur fiqh menyatakan wajibnya seorang suami untuk menuruti ngidam nya istri pada camilan yang wajib sehari-hari serta tidak wajib pada camilan yang tidak menjadi kebiasaan konsumsi sehari-hari. Hal ini sebagaimana yang terdapat pada redaksi kitab Hasyiyah Bujairimi ‘ala al-Khatib juz 11 halaman 382:
تَنْبِيهٌ : يَنْبَغِي أَنْ يَجِبَ مَا تَطْلُبُهُ الْمَرْأَةُ عِنْدَ مَا يُسَمَّى بِالْوَحَمِ مِنْ نَحْوِ مَا يُسَمَّى بِالْمُلُوحَةِ إذَا اُعْتِيدَ ذَلِكَ وَأَنَّهُ حَيْثُ وَجَبَتْ الْفَاكِهَةُ وَالْقَهْوَةُ وَنَحْوُ مَا يُطْلَبُ عِنْدَ الْوَحَمِ ، يَكُونُ عَلَى وَجْهِ التَّمْلِيكِ فَلَوْ فَوَّتَهُ اسْتَقَرَّ لَهَا وَلَهَا الْمُطَالَبَةُ بِهِ وَلَوْ اعْتَادَتْ نَحْوَ الْأَفْيُونِ بِحَيْثُ تَخْشَى بِتَرْكِهِ مَحْذُورًا مِنْ تَلَفِ نَفْسٍ وَنَحْوِهِ لَمْ يَلْزَمْ الزَّوْجَ لِأَنَّ هَذَا مِنْ بَابِ التَّدَاوِي
"[Tanbih] Seharusnyalah dikenakan hukum wajib pada sesuatu yang diingini istri ketika dia mengalami sesuatu yang disebut ngidam, yakni dari semisal asinan ketika dia terbiasa dengan hal itu. Kemudian ketika pemenuhan buah-buahan, kopi, dan apa-apa yang diminta selama ngidam dinyatakan wajib, maka hal itu bersifat tamlik. Seandainya terlewat maka istri tetap berhak dan bisa menagihnya. Jika ternyata istri terbiasa dengan konsumsi opium, yang bila tidak dipenuhi akan berefek kerusakan fungsi tubuh atau semacamnya, maka tetap tidak wajib dituruti sebab hal itu masuk pada bahasan pengobatan.”
Pada redaksi selanjutnya kitab yang sama dijelaskan bahwa terkadang seorang isteri ngidam buah-buahan sehingga ukuran kewajiban bagi seorang suami dalam menuruti ngidam nya isteri tidak hanya dibatasi pada makanan dan lauk-pauknya saja. Berikut teksnya:
قَوْلُهُ : ( وَقَدْ تَغْلِبُ الْفَاكِهَةُ ) لَيْسَ هَذِهِ مِنْ الْأُدْمِ وَيُسْتَفَادُ مِنْهُ ، أَنَّ الْوَاجِبَ لَا يَتَقَيَّدُ بِالْأَكْلِ وَالْأُدْمِ . بَلْ كُلُّ مَا جَرَتْ بِهِ الْعَادَةُ يَجِبُ حَتَّى نَحْوُ قَهْوَةٍ وَفِطْرَةٍ ، وَكَعْكٍ وَسَمَكٍ فِي أَوْقَاتِهَا
“(Kadang istri gemar dengan buah-buahan). Buah-buahan bukan jenis lauk-pauk. Dari sini bisa dipahami bahwa ukuran kewajiban tidak dibatasi pada makanan dan lauk-pauk semata, melainkan pada setiap kebiasaan sehari-hari istri, sampai pada semisal kopi dan jamur-jamuran, juga pada kue dan ikan, sesuai agenda istri.”
Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa dalam perspektif fiqh hukum ngidam diperinci menjadi dua antara wajib dipenuhi dan tidak. Akan tetapi ketika mengacu pada realita yang ada, seorang isteri cenderung ngidam pada sesuatu yang berada di luar kebiasaannya sehingga lebih sering termasuk perkara yang tidak wajib dituruti oleh suami.
*Perihal Mitos yang Beredar dan Solusinya
Tak dapat dipungkiri dari realita bahwa, sebagian kalangan/khalayak masyarakat masih sangat kental dengan sebuah mitos. Segelintir orang meyakini bahwa ketika istri sedang mengalami ngidam kemudian tidak dituruti, maka hal itu akan menimbulkan efek negatif pada anak yang biasa disebut ngeces yaitu bayi ngiler/sering keluar air liur.