Mohon tunggu...
Pendekar Saham
Pendekar Saham Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Sosial, Politik, Pendidikan, Teknologi

managecon.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ketika Kegilaan, Narsisme, Fanatisme, Bertemu di Media Sosial

23 Juni 2014   17:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:35 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin sebagian pembaca masih ada yang ingat dengan media sosial seperti wordpress, my place, dan friendster selain hi5, namun kebanyakan para pengguna social media masa kini lebih banyak tahu mengenai path, facebook dan twitter. Tidak aneh karena media sosial sebenarnya sudah lama sekali berkembang, namun silih berganti dalam bentuk tampilan, isi maupun cara penyajiannya.

Akan tetapi, tumbang dan silih bergantinya media sosial tersebut, tidak dibarengi oleh perkembangan dan kedewasaan para penggunanya. Seringkali dan masih banyak para pengguna media sosial yang sibuk bernarsis ria dengan kegilaan, maupun fanatisme selain juga sifat gossip dan ingin tahu mereka.

Boleh tebak, berapa dari anda yang tidak pernah update status saat sedang emosional, baik itu marah, bahagia, maupun sedih ataupun kesal? Hampir semua melakukannya. Jika ya itu masih tidak apa-apa walaupun sebaiknya kadar itu dikurangi karena toh anda punya teman dan keluarga di dunia nyata tempat untuk curhat yang sebenarnya (kecuali jika anda mahluk kesepian dan satu-satunya teman anda adalah media sosial).

Namun seringkali, saya menjumpai orang-orang yang nyeleneh dan bahkan agak gila di media sosial, masih mending kalau gilanya berperilaku cenderung memberikan komentar nyentrik. Ini bahkan banyak yang sakit jiwa membawa-bawa pembahasan agama orang lain, di media sosial, padahal tidak ada yang menyerang agamanya di media sosial miliknya. Kalau sekedar fanatik sepakbola sih masih waras, ini kan bukan agama anda, ngapain juga sibuk ngurusin agama orang lain, terlepas dari agama apapun itu.

Adalagi yang narsismenya kelewatan, jika sekedar berbagi foto ulang tahun, foto pernikahan, semua orang bisa maklum, namun kadang-kadang ada yang memajang foto syurnya di media sosial, walaupun itu milik dia pribadi, namun banyak orang yang melihat dan memandangnya. Terlepas dari apakah foto itu pantas atau tidak, namun yang perlu menjadi bahan pertimbangkan adalah masalah keselamatan diri sendiri, karena tidak semua teman kita media sosial adalah orang baik-baik, dan bahkan meskipun mereka hanya teman di dunia nyata, namun belum tentu teman dari teman kita adalah orang baik ataupun bisa dipercaya. Beberapa kali saya menghadapi keluhan teman yang mengatakan fotonya beredar di mana-mana, lha ya kalau tidak mau fotonya beredar sembarangan, mbok ya dibatasi begitu sharenya, jangan diumbar privacy nya ke setingan publik.

Begitu juga dengan urusan tagging / menandai seseorang di foto ataupun topik bahasan tertentu, sebaiknya sebelum memulai menandai teman / keluarga anda, tanyakan dahulu apakah mereka keberatan atau tidak. Atau setidaknya anda memakai empaty membayangkan jika anda sebagai mereka, apakah keberatan atau tidak. Tidak jarang urusan menandai ini berujung kepada keributan di dunia nyata. Ada yang merasa privacy nya terganggu, ada yang merasa terlecehkan dan lain sebagainya.

Semoga di masa depan, kita bisa semakin lebih bijak menyikapi penggunaan media sosial dan tidak secara berlebihan menggunakan media sosial diluar batas-batas kewajaran, norma dan etika. Karena meskipun dunia maya, urusan bisa menjadi berkepanjangan merambah ke dunia nyata.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun