Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekuasaan Itu Universum, Vox Natura-Vox Dei

2 September 2021   13:12 Diperbarui: 2 September 2021   13:22 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dikatakan universum, dalam artian bahwa kekuasaan tidak lepas atau tidak bisa dipisahkan campur tangan dimensi alam semesta atau kosmologi, sehingga menjadikan kekuasaan itu hadir sebagai sesuatu yang sakralitas.

Sebagaimana ditemui dalam budaya masyarakat Jawa, kekuasaan itu tidak sekedar sebagai sebuah legitimasi politis, di dalamnya juga melekat sesuatu yang agung, mulia, sakral dan keramat, yang berasal dari "dunia Atas". 

Secara konseptual, kekuasaan yang tertera dalam ajaran budaya Jawa berbeda dengan yang dipaparkan teori-teori Barat atau teori kekuasaan yang diperkenalkan oleh Niccolo Machiavelli, bahwa politik itu tidak ada sangkutnya dengan kekuatan adikodrati "dunia Atas".

Kekuasaan dalam budaya Jawa adalah manifestasi universum.  Ia akan bersemayam pada orang-orang terpilih yang mendapat "wahyu" dan memiliki daya "linuwih", maka terjunjung derajatnya untuk menyan-dang posisi pemimpin. Di mana manifestasi "junjung derajat" itu sendiri merupakan perwujudan diangkatnya derajat seseorang dihadapan Sang Maha Kuasa, sekaligus terjunjungnya status sosialnya sebagai seorang pemimpin bertugas mengembang titah amanah dan tanggungjawab tugas yang diberikan kepadanya di dunia sebagai seorang pemimpin.

Begitu hal ketika simbolisasi "junjung derajat" dikaitkan dengan dunia kepemimpinan akan terpancar manakala ia dapat menyatukan "wahyu" yang diperoleh-nya dengan disertai titah amanah dan tanggungjawab tanggung  yang diemban diberikan kepadanya.

Dalam konteks kepemimpinan, keterjunjungan derajat sering pula dikaitkan bahwa yang bersangkutan mendapat "wahyu" dari "dunia Atas". Sehingga legitimasi kekuasaan seorang pemimpin tersebut haruslah selaras dengan titah amanah yang diberikan kepadanya dalam mengemban dan menjalankan tugas tanggung-jawabnya sebagai seorang pemimpin, yang juga terkorelasi dengan "dunia Atas".

Termasuk adanya kepercayaan bilamana penerima "wahyu" ini dalam kepemimpinannya mengangkangi apakah menyalahgunakan kekuasaannya, bertindak sewenang-wenang, korup, berperilaku tidak adil, mandat itu akan ditarik kembali. Wahyu yang diterimanya akan hengkang meninggalkan dirinya atau dicabut dari dirinya.

Begitupun, manakala ia mengangkangi titah amanah yang diberikan, maka mandat yang diterimanya bisa ditarik kembali, "wahyu" yang diterimanya akan sirna ilang kertaning bumi, menghilang dari genggaman dan pangkuannya. Itulah hukum alam.

Sebagaimana kekuasaan dalam paham kerajaan Jawa. Keberhasilan seorang raja diukur sejauh mana ia mampu membaut keseimbangan antara dua kutub ekstrem: kekuasaan dan keadilan, hak dan kewajiban. Termasuk sejauh mana raja mampu menyeimbangkan jagad gede (makrokosmos) dan jagad cilik (mikrokosmos).

Di mana wahyu itu sendiri merupakan tanda kekuatan magis-religius yang dimiliki raja. Itulah tanda kekuasaan raja. Kekuasaan mulai luntur antara lain ditandai dengan adanya pagebluk, atau tanda-tanda alam lainnya seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, banjir bandang, instabilitas. Manakala wahyu semakin lenyap berarti menandakan semakin lenyapnya kekuasaan.

Begitupun ketika merujuk pada Jangka Jayabaya dan lainnya, bahwa runtuh atau kejayaan suatu bangsa bukan saja dipengaruhi oleh sang pemimpin, melainkan rakyat yang mem-beking kekuasaan si pemimpin. Ketika seorang pemimpin kehilangan dukungan dari arus bawah, kekuasaannya pasti akan terdongkel. Dan wahyu yang bersemayam dirinya pergi sirna kertaning bumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun