Begitu dengar lagu "Satu-Satu -- Bersatu untuk Merdeka" Iwan Fals versi aransemen baru yang kembali dinyanyikan Iwan Fals, berkolaborasi dengan Hindia, Rendy Pandugo dan Petra Sihombing, saya bukan saja teringat kembali saat lagu ini dirilis dalam kemasan album "Orang Gila", tahun 1994, juga teringat obrolan tentang lagu tersebut. Â
Kala itu saya masih bekerja sebagai wartawan di Persda Kompas -- Gramedia (kini Tribunnews.com). Alhamdullilah, saya bukan saja masih menyimpan kaset dan kaos "Orang Gila", juga masih menyimpan kenangan cerita tentang album ini, juga cerita di balik lagu "Satu-Satu".
Pada suatu hari, dalam perjalanan pulang dari Bandung ke Jakarta, produser Harpa Record - Handoko Kusuma yang memproduksi album "Orang Gila" mengajak mampir ke rumah Iwan Fals di Cipanas -- Jawa Barat.
Di tengah obrolan ngalor-ngidul bertiga, saya sempat menyinggung menanyakan soal proses kreatif penciptaan lagu "Satu-Satu". Seperti biasa, setiapakali ngobrol bareng Iwan, saya selalu menginterpretasikannya lagu-lagu bertemakan sosialnya dalam perspektif politik, tak terkecuali saat menyinggung lagu "Satu-Satu".
Dari cerita yang ada, apa yang dituangkan Iwan, lewat lagu "Satu-Satu" yang dirilis tahun 1994 adalah ungkapan kritik sosialnya akan kerinduaan terjadinya regenerasi kepemimpinan atas sebuah rezim yang berkuasa yang dianggapnya sudah "membosankan". Untuk itu perlu muncul: Tunas-tunas muda bersemi, mengisi hidup gantikan yang tua.
Di tengah obrolan ngalor-ngidul bertiga, Iwan sempat meraih gitarnya, hanya dengan petikan satu senar G, menyenandung lagu "tanpa judul" yang liriknya sarat dengan kritik sosial yang dilontarkan ke rezim pemerintah saat itu. Â
Malah Iwan menawarkan lagu tersebut ke produser Harpa Records. Mendengar lirik lagu yang dimainkan hanya dengan satu senar, Handoko sempat keder. "Udah Wan, udah Wan, jangan makin ngelantur," cetetuk Handoko. "Lex, yuk kita pulang aja, daripada lagunya Iwan makin ngelantur," lanjut Handoko. Kita pun pamit pulang.
Saya tidak tahu, atau tanyakan langsung ke Iwan Fals, adakah lagu "Satu-Satu" yang dirilis 27 tahun lalu, sengaja dinyanyikan kembali sebagai reaksi kritik sosialnya yang terhubung dengan situasi kondisi atau realitas politik saat ini.
Saya tidak tahu, atau tanyakan langsung ke Iwan Fals, adakah lewat lagu "Satu-Satu" ini sebagai reaksi Iwan Fals atas kepemimpinan dengan idiom "4L", loe lagi loe lagi...!!!
Saya tidak tahu, atau tanyakan langsung ke Iwan Fals, adakah di balik makna kata: "Tunas-tunas muda bersemi, mengisi hidup gantikan yang tua" gantikan "4L", loe lagi loe lagi.
Apa kabar Wan, lama kita tak bersua, salam sehat, tetap semangat dan terus berkarya, salam "Satu-Satu - Bersatu untuk Merdeka".