Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah mengambil langkah drastis dengan memangkas anggaran di sektor pendidikan dan kesehatan. Kebijakan ini, yang diklaim sebagai upaya efisiensi untuk mendukung program populis, berpotensi membawa dampak negatif yang signifikan bagi masyarakat Indonesia. Artikel ini akan mengkaji secara komprehensif dampak dari pemotongan anggaran tersebut, khususnya pada pendidikan tinggi dan layanan kesehatan, serta implikasinya terhadap cita-cita Indonesia Emas 2045.
Pemangkasan Anggaran Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp22,5 triliun dari pagu awal Rp57,6 triliun.
 Pemotongan ini berpotensi menyebabkan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa. Selain itu, program beasiswa seperti Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) terancam tidak terbayarkan, yang akan berdampak pada sekitar 600 ribu mahasiswa penerima.
Pemangkasan Anggaran Kesehatan
Di sektor kesehatan, pemerintah meluncurkan program skrining kesehatan gratis senilai Rp3 triliun untuk mencegah kematian dini. Namun, anggaran ini sebenarnya telah dipotong dari rencana awal sebesar Rp4 triliun. Meskipun program ini bertujuan baik, pemotongan anggaran dapat membatasi cakupan dan efektivitasnya.
Dampak Terhadap Masyarakat
Pemotongan anggaran di sektor pendidikan dan kesehatan dapat menurunkan kualitas layanan publik. Di bidang pendidikan, kenaikan UKT dan berkurangnya beasiswa akan menghambat akses pendidikan tinggi bagi masyarakat kurang mampu, berpotensi meningkatkan angka putus kuliah. Di sektor kesehatan, pengurangan anggaran dapat mengurangi kualitas layanan kesehatan preventif dan kuratif, yang pada akhirnya menurunkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Analisis Kebijakan dan Kritik
Kebijakan pemotongan anggaran ini bertentangan dengan visi pemerintah yang menyatakan bahwa pendidikan dan kesehatan adalah prioritas utama.
 Pengalihan dana untuk mendukung program populis seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menunjukkan inkonsistensi dalam perencanaan anggaran. Meskipun program MBG bertujuan baik, pendanaannya seharusnya tidak mengorbankan sektor esensial lainnya.
Studi Kasus: Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Program MBG yang diluncurkan pemerintah menelan biaya sebesar Rp71 triliun, yang sebagian dananya dialihkan dari anggaran pendidikan dan kesehatan. Meskipun program ini bertujuan untuk mengatasi malnutrisi dan stunting, pemotongan anggaran di sektor lain untuk mendanai program ini menimbulkan pertanyaan tentang prioritas pemerintah.
Dampak Jangka Panjang dan Indonesia Emas 2045
Pemotongan anggaran di sektor pendidikan dan kesehatan dapat menghambat pencapaian Indonesia Emas 2045. Tanpa investasi yang memadai di kedua sektor ini, sulit bagi Indonesia untuk mencapai target pembangunan manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.
Kebijakan pemotongan anggaran di sektor pendidikan dan kesehatan oleh pemerintah Prabowo-Gibran menunjukkan ambisi yang tidak sejalan dengan kebutuhan dasar masyarakat. Pemerintah seharusnya mencari solusi alternatif untuk pendanaan program populis tanpa mengorbankan sektor esensial yang menjadi fondasi pembangunan Bangsa
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI