Mungkinkah Ada Asap (Kudeta Moeldoko), Jika Tak Ada Api (Kudeta SBY)?
Ada peribahasa yang mengatakan, "Tidak mungkin ada asap, jika tidak ada api." Api adalah sumber dari asap. Bagaimana mungkin ada asap yang berasal dari api, jika apinya tidak ada. Itu kata peribahasa. Lalu kalau hal itu kita gambarkan dengan kisruh Partai Demokrat sekarang ini, siapa asap dan siapa apinya?
Pakar politik Prof Salim Haji Said dalam diskusi di Karni Ilyas Club yang ditayangkan di Youtube menyatakan, "Yang Melakukan Kudeta Pertama adalah SBY". Wow, begitu ya?
Menarik memang untuk dikaji. Api dan asap adalah hubungan sebab akibat. Api mengakibatkan ada asap. Berarti SBY yang melakukan duluan kudeta sebagai api, lalu muncul asap berupa kudeta Moeldoko lewat KLB. Apakah SBY dianggap sebagai api yang melakukan kudeta duluan, lalu menghasilkan asap atau kudeta Moeldoko sebagai asap yang melakukan kudeta lewat KLB Sibolangit?
Dalam ilmu hukum dikenal causaliteit atau hubungan sebab akibat. Satu peristiwa mengakibatkan peristiwa yang lain. Satu tindak pidana bisa mengakibatkan tindak pidana yang lain. Misalnya dalam hal pembelaan diri.
Contohnya, seorang pencuri dengan membawa senjata mengancam pemilik rumah yang terbangun. Lalu pencuri menyerang pemilik rumah dan mengancam jiwanya. Pemilik rumah membela diri karena terancam, melakukan upaya pembelaan diri dengan memukul pencuri dengan kayu, lalu pencurinya meninggal dunia.
Salahkan pemilik rumah yang membunuh pencuri? Salah. Tapi dia tidak bisa dihukum, karena tindakannya adalah tindakan pembelaan diri dari pencuri yang mengancam jiwanya. Ada pemaafan dan alasan tidak dijatuhi hukuman, karena tindakannya harus dilakukan demi penyelamatan dirinya.
Mungkin kasus Partai Demokrat tidak persis seperti itu, namun jika kita kaji apa yang disampaikan Prof Salim Haji Said diatas, bahwa SBY yang lebih dulu melakukan kudeta, berarti KLB Sibolangit hanya reaksi atau asapnya  kudeta yang lebih dulu terjadi.
Kudeta SBY dimulai dari pengambilalihan Ketum Partai Demokrat dari Anas Urbaningrum pada tahun 2013. Anas sebagai tersangka kasus korupsi diberhentikan dan diambil alih jabatan Ketumnya. Itu lewat KLB juga. Jadi SBY yang mengajari membuat KLB. Pada tahun 2015, jabatan itu diperpanjang lewat kongres sampai dengan tahun 2020.
Pada tanggal 15 Maret 2020, ketika pandemi sudah terjadi, Kongres memilih AHY sebagai Ketum Partai Demokrat menggantikan ayahnya SBY yang sudah menjabat selama tujuh tahun sejak 2013. SBY memimpin Partai Demokrat melalui dua pemilu, Pemilu 2014 dan 2019. Dan ketika itu pula perolehan suara Partai Demokrat menurun. Jika pada tahun 2009 perolehan suara 20,4 persen ketika Hadi Utomo ketua umumnya, maka pada tahun 2014 menurun drastis ke angka 10 persen dan pada tahun 2019 turun lagi ke 7,7 persen.
Kongres tahun 2020 yang mendudukkan AHY sebagai Ketum inilah yang banyak kini dipersoalkan. AHY dan SBY dianggap mengubah dan mengkudeta Pembukaan AD/ART yang seharusnya tidak boleh dirobah. Itu tentu saja jika mengikuti prinsip konstitusional kita, bahwa UUD 1945 bisa dirobah, namun Pembukaan UUD 1945 tidak boleh dirobah.