Hatinya tertambat dengan hartanya. Dimana hartanya, disitu juga hatinya. Ketika kehilangan kekayaan, maka ambyar semuanya. Rasa was-was kehilangan kekayaannya terkadang membuat hatinya tidak tenang. Tetapi ada juga orang kaya yang bahagia.
Apakah miskin itu bahagia?
Bukan juga. Jika miskin adalah bahagia, maka seluruh orang miskin sudah bahagia. Namun banyak juga orang miskin yang kerjanya bersungut-sungut kepada Tuhan karena kemiskinannya. Tidak bahagia.
Terus menuntut keadilan Tuhan dan berbagai keluhan dan umpat cacinya. Penyesalan kenapa miskin. Jadi miskin tidak sama dengan bahagia. Walaupun ada juga orang miskin yang bahagia.
Apakah pemilik harta dan uang itu bahagia?
Belum tentu juga. Orang yang punya uang bisa membeli rumah, tetapi tidak bisa membeli rumah tangga. Banyak orang yang memiliki harta dan uang banyak, rumah tangganya berantakan. Broken home. Orang bisa membeli tempat tidur, tetapi tidak bisa membeli tidur yang nyenyak.
Banyak orang tidak bisa tidur karena memikirkan harta dan uangnya. Jadi harta dan uang tidak menjamin bahagia. Walaupun ada juga orang yang memiliki harta dan uang bisa juga bahagia. Â Jadi orang bahagia bukanlah yang memiliki situasi tertentu seperti kaya, miskin, memiliki harta dan uang. Lalu...?
Bahagia itu sikap.
Bahagia itu sikap tertentu yang kita miliki.
Bersyukur senantiasa. Mengucap syukur kepada Tuhan atas segala yang dimilikinya, apapun yang dimilikinya. Termasuk bersyukur atas apa yang tidak dimilikinya. Memiliki keluarga, kekayaan, harta dan uang, bersyukur.
Ada orang miskin yang tidak memiliki harta, kekayaan dan uang, tetapi memiliki keluarga yang baik. Keluarga adalah harta yang paling berharga, seperti keluarga cemara. Nafas kehidupan, apa adanya, semua disyukurinya. Tidak iri melihat kekayaan orang lain. Nafas kehidupan dan keluargapun harus disyukuri.