"Yang memberi banyak jangan sombong, yang memberi sedikit jangan berkecil hati. Kecil besar itu relatif," kata cucu lagi.
  "Yang penting peduli dan berbagi, memberikan kepada negara apa yang bisa diberikan," kata kakek.
  "Mari kita mulai dari diri kita dan keluarga dekat kita, lingkungan kita masing-masing. Begitu kek?" kata cucu.
  "Setuju. Ayo segera berbuat baik, peduli dan berbagi, membangun rasa kemanusiaan yang adil dan beradab. Itulah hakekakt Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa kita. Merdeka!" pekik kakek.
  "Merdeka! Merdeka! Merdeka!" balas cucu.
  "Kok seperti tahun 1945? Kata merdeka dipekikkan," kata kakek.
  "Kan perayaan HUT ke 75 Pancasila, jadi perasaan kita kembali ke tahun 1945 kek, he..he...begitu kan kek?" balas cucu.
  "Okelah, terima kasih kisah tentang sang jandanya yang miskin yang patut kita tiru ya," kata kakek menutup diskusi mereka. Dan mereka sudah tiba di rumah. Jalan pagi dengan cerita tentang Pancasila yang seru.
Semangat memberi, walau dari kekurangan, besar artinya bagi yang diberi. Bukan soal jumlah semata, namun menanamkan semangat memberi. Kita harus tanamkan kepada anak-anak sejak dini. Beriman, peduli dan berbagi, membangun rasa kemanusiaan, semangat bergotong royong, mengembangkan solidaritas dan soliditas sebagai bangsa, mewujudkan keadilan sosial, itulah hakekat Pancasila yang sesungguhnya, gumam kakek.
Sekian dulu. Terima kasih, salam dan doa.
Aldentua Siringoringo