Mohon tunggu...
Muhammad
Muhammad Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Money

Si Jago Merah Pembawa Petaka Nusantara

26 Oktober 2019   20:57 Diperbarui: 26 Oktober 2019   21:11 1
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Duta Widiyaksa, Efprida Juliana Manalu, Muhammad Alif Bimo Satrio

Universitas Bengkulu

Hutan adalah paru-paru dunia. Kata ini sudah sangat sering kita dengar bukan?.Kita juga mengetahui hutan memiliki sumber nilai ekonomi,tempat hidup berjuta flora dan fauna, penyeimbang lingkungan serta pencegah terjadinya bencana. Mengingat fungsi hutan sangatlah banyak bagi seluruh makhluk di muka bumi ini. Tapi, saat ini hutan di dunia  tinggal sedikit.Semakin lama hutan menjadi sedikit di berbagai belahan dunia.Setiap tahun dunia kehilangan hutan hamper seluas pulau Jawa.Laju deforestasi di bumi antara 2014 dan 2016 mencapai 20% lebih cepat disbanding dekade silam.Temuan ini didapat antara lain melalui analisa citra satelit.Hingga Januari 2007 lalu, ilmuwan mencatat hanya sekitar 11,6 juta km persegi lahan di bumi yang dikategorikan hutan alami.

            Hutan Amazon merupakan contoh awal terjadinya kebakaran hutan, tepatnya Kebakaran di hutan Amazon meningkat 85%. Brasil,telah mencatat rekor terbaru dengan lebih dari 2500 kasus kebakaran. Lalu kasus kebakaran hutan ini pun merambah ke Indonesia. Terjadinya kasus kebakaran Riau yang menyebabkan beberapa wilayah sekitarnya seperti Jambi,Sumatera Utara, dan Palembang merasakan dampaknya. Hutan Kalimantan juga mengalami hal serupa.

            Ulah nakal manusia adalah pendorong utama terjadinya tragedi naas ini. Manusia serakah yang tiada pernah puas.Penyebab kebakaran Hutan Amazon adalah pembukaan hutan illegal untuk menciptakan lahan pertanian.Kebakaran dilakukan dengan sengaja dan menyebar dengan mudah di musim kemarau,demikian dilansir laman Phys.

            Seperti yang kita tahu dan lihat, tahun ini adalah tahun politik bergejolak, tahun pesta demokrasi bagi Indonesia. Diadakannya Pilpres, Pemilihan Kepala Daerah, serta anggota Legislatif. Banyak momentum yang akan diingat oleh bangsa ini di tahun 2019. Banyak pula masalah yang dihadapi bangsa ini, mulai dari masalah kecil sampai besar.Adanya kesalahpahaman diantara kedua kubu pilpres, terjadinya kebakaran hutan di Riau dan Kalimantan, masalah rasisme orang Papua, demonstrasi mahasiswa mahasiswa terhadap RKUHP dan RKPK, dan lain-lain.Negeri ini seolah tidak mau melihat kedamaian.

Yang akan disoroti disini, yakni kasus Karhutla(Kebakaran Hutan dan Lahan) yang terjadi di Riau dan Kalimantan. Pelaku Karhutla umumnya dilatarbelakangi motif ekonomi .Para pelaku kebakaran hutan dan lahan dilatarbelakangi alasan ekonomi karena biaya membuka lahan dengan membakar bisa lebih murah. Latar belakang pelaku tersebut beragam, mulai dari petani sawit hingga pedagang atau wiraswasta. Akibat pembakaran hutan itu, ada sekitar 85 hektare lahan yang hangus di Kabupaten Siak. Ini dilakukan  ulah tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Peristiwa ini mungkin juga ditunggangi oleh-oleh pihak berkuasa yang tidak bertanggung jawab. Adanya kepentingan politik atau semacamnya, yang bersifat memberi dampak buruk bagi masyarakat sekitarnya.

Riau mengalami kerugian materiil sebesar Rp50 triliun akibat kabut asap karhutla melanda daerah itu sejak beberapa bulan terakhir.Kerugiannya mencakup terganggunya aktivitas perdagangan,jasa, kuliner, perkebunan dan kerugian waktu delay dari aktivitas penerbangan. Selain itu, banyaknya penyakit yang dirasakan oleh masyarakat akibat asap yang dihirup. Seperti batuk, Ispa, sakit tenggorokan dan sebagainya.Kalau kita perhatikan dan bandingkan, kasus yang sama terjadi pada tahun 2015. Dimana karhutla tahun 2015 dengan lahan yang terbakar mencapai 500.000 hektare, dan total kerugian mencapai Rp120 Triliun kurang lebih. Sedangkan tahun ini total lahan yang terbakar mencapai 300.000 hektare, dan total kerugian yang dirasakan Riau lebih dari Rp120 Triliun.

Kemudian adanya Karhutla di Kalimantan, salah satu penyebabnya ialah faktor ekonomi , dan mungkin juga akan berhubungan dengan pengumuman pemindahan Ibukota Indonesia yang sudah diumumkan secara resmi dalam pidato kenegaraan di sidang tahunan MPR,DPR, dan DPD pada 16 Agustus 2019 lalu.Biaya yang dikeluarkan pun tidak tangung-tanggung, yaitu sebesar Rp 486 Triliun. Dan ini telah  menuai pro dan kontra di kalangan banyak pihak.  Ibu kota baru dirancang bukan hanya sebagai simbol identitas, tetapi representasi kemajuan bangsa dengan mengusung konsep modern, smart and green city, memakai energi baru tak terbarukan, tidak bergantung kepada energi foil. Tentunya harus ada kajian dan rumusan rancangan yang serius mengenai wacana ini.

Adanya petaka atau kecelakaan yang terjadi tiap tahunnya tentang kebakaran hutan adalah hal yang lumrah. Karena Indonesia mengalami musim kemarau setiap tahunnya. Konspirasi besar dibalik kebakaran hutan per periode pilpres, juga merupakan pertanyaan besar. Apa motif utamanya, kita belum pasti tahu. Tapi yang jelas, semua makhluk yang hidup ikut merasakan dampak negatifnya. Mulai dari flora dan fauna yang hidup di dalam hutan, sampai ke negara - negara tetangga Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun