Mohon tunggu...
Albi Abdullah
Albi Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Ex Philosophia Claritas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filosofi Koma: Eksplorasi Simbol dan Kehidupan Modern

28 Mei 2020   09:52 Diperbarui: 28 Mei 2020   09:55 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanda baca koma kerap kita jumpai di koran, majalah, artikel, novel, jurnal ilmiah dan berbagai bentuk tulisan lainnya. Tanda koma memiliki beberapa fungsi, antara lain: sebagai pemisah antara induk dan anak kalimat, pemerinci dalam kalimat, dan memisahkan kalimat setara yang satu dengan kalimat setara yang lainnya. Dari fungsi yang telah disebutkan tadi, saya menangkap inti dari fungsi tanda koma adalah, jeda sebelum adanya proses transisi antara satu kalimat ke kalimat lain ataupun satu kata ke kata lain.

Di tulisan kali ini, saya ingin mencoba mengeksplorasi lebih dalam mengenai tanda baca koma. Memang bukan didasarkan atas teori tertentu, hanya didasarkan proses refleksi semata yang menghasilkan pandangan alternatif.

DARI SIMBOL KE KENYATAAN

Simbol atau tanda seperti koma, munhanya sebuah tanda baca bagi sebagian orang. Hanyalah kaidah-kaidah baku supaya bisa berbahasa dengan baik dan benar. Tapi bagi penggemar filsafat seperti saya, simbol mengandung unsur tertentu yang mengejutkan. Bisa dikatakan mengejutkan karena ada makna mendalam dibaliknya.

Jika dimaknai secara mendalam dan ditarik relevansinya dengan kenyataan, tanda baca koma sama halnya dengan perintah supaya kita jeda sesaat. Jeda karena kehidupan yang serba cepat nan melelahkan. Tentu kita sudah mengetahui bahwa kehidupan modern menuntut pergerakan proses produksi yang cepat, pertukaran informasi yang cepat, efisiensi dan hal-hal melelahkan lainnya.

Kegiatan melelahkan itu tak jarang berdampak pada kondisi psikologis seseorang. Kondisi seperti: bosan akan hidup, hidup yang tak bermakna, depresi, bahkan mengantarkan seseorang untuk mengakhiri hidupnya. Pekerja dituntut agar selalu memiliki etos kerja yang tinggi, bertanggung jawab, disiplin, dan selalu menyelesaikan tugas tepat waktu. Sama halnya dengan keadaan seorang mahasiswa dan siswa, pergantian hari hanyalah pergantian tugas demi tugas dan hidup hanyalah rutinitas yang selalu berulang.

Bukan hal yang buruk memang, jika kita mengikuti pola hidup seperti itu, hanya saja orang-orang sering terkurung dalam siklus tersbebut yang akhirnya berdampak buruk pada kondisi psikologis seseorang.

Tanda baca koma mengisyaratkan supaya kita jeda sesaat dari rutinitas melelahkan semacam itu. Jeda yang dimaksud bisa diwujudkan dalam bentuk rekreasi, jalan-jalan ke mall, atau mungkin sekedar menghabiskan waktu bersama teman dekat. Namun sebaiknya jeda didefinisikan lebih dari itu, meningkat kepada sesuatu yang sifatnya tidak temporer, yaitu jeda agar kita bisa kembali memaknai kehidupan. 

Menyempatkan beberapa saat untuk kembali merenungi apakah hidup hanya untuk bekerja dan mencari uang? Apakah hidup hanya sebagai rutinitas yang berulang? Apakah kebahagiaan hanya berwujud dalam bentuk materi? Bisakah kita mencari kebahagiaan yang sifatnya relatif lebih lama?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang harus diajukan di kehidupan modern ini. Pertanyaan yang menghasilkan dialog dengan diri sendiri. Untuk mencari jawaban dari pertanyaan tersebut, kita akan dipaksa agar berpikir lebih mendalam, lebih kritis, dan lebih menyeluruh dalam memandang kehidupan. Sebuah kegiatan berpikir yang jarang tersentuh akibat kesibukan tiada habisnya.

Dari sanalah kita bisa kembali memproduksi makna hidup dan tentunya membuat hidup menjadi lebih hidup, daripada sekedar menjalankan pergantian rutinitas bersifat mekanistik. Dari produksi makna baru juga, proses penyembuhan diri akan berjalan lebih cepat supaya terhindar dari gejala depresi yang banyak menimpa kehidupan manusia modern.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun