Mohon tunggu...
Albi Abdullah
Albi Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Ex Philosophia Claritas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pergerakan Nasional dan Pendidikan ala Paulo Freire

31 Maret 2020   16:02 Diperbarui: 31 Maret 2020   16:05 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bentuk kesadaran dan perlawanan baru terhadap penjajahan Belanda tidak luput dari campur tangan kaum terpelajar. Salah satu dampak dari kebijakan politik etis yang digagas oleh Conrad Theodore van Deventer.
Ada tiga kebijakan yang diambil dalam mengimplementasikan politik etis, diantaranya, edukasi, irigasi, dan emigrasi.
Edukasi adalah faktor utama dalam pembentukan pergerakan nasional. Pendidikan yang biasanya hanya menyentuh kaum priyayi dan orang-orang keturunan Belanda, kini dengan kebijakan politik etis, masyarakat yang menempati stratifikasi sosial paling bawah dapat merasakan pendidikan.

Membuka kembali lembaran sejarah tentang pergerakan nasional yang digagas oleh kaum terpelajar serta mengaitkannya dengan konsep filsafat pendidikan Paulo Freire, merupakan upaya kritis untuk mengembalikan esensi pendidikan pada tempatnya.

KAUM TERPELAJAR
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu kebijakan politik etis yaitu edukasi, berhasil memengaruhi kondisi masyarakat Indonesia sehingga membentuk kaum terpelajar. Pada mulanya mereka memikirkan kenapa perjuangan-perjuangan yang telah dilakukan oleh tokoh bangsa seperti Pangeran Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol selalu mengalami kegagalan. Mereka menyadari bahwa perjuangan tersebut masih bersifat kedaerahan, yang akhirnya melahirkan gagasan baru bernama nasionalisme.

Nasionalisme adalah perasaan cinta tanah air dan menyadari bahwa sekelompok manusia terikat oleh identitas tertentu yaitu identitas bangsa Indonesia.

Penyadaran akan keterikatan oleh identitas bangsa Indonesia bisa kita lihat di organisasi Indische Vereeniging. Berdiri pada tahun 1908, organisasi ini terdiri dari pelajar dan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Belanda. Tidak peduli berasal dari ras, suku dan agama apapun para kaum terpelajar tersebut bersatu untuk menyadarkan bahwa bangsanya sedang terjajah dan berhak merdeka. Pada tahun 1925 Indische Vereeniging berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia dan majalah Hindia Poetra berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan nama, tetapi memiliki implikasi politik yang menunjukkan bahwa Indonesia ingin benar-benar merdeka. Kegiatan politik PI yang utama adalah menyebarluaskan semangat persatuan nasional untuk menentang penjajahan Belanda. Penyebar luasan ini dilakukan melalui majalahnya, Indonesia Merdeka.

Setelah kita sedikit melihat sejarah tentang pergerakan nasional yang dilakukan oleh Perhimpunan Indonesia, lantas apa kaitannya dengan filsafat pendidikan Paulo Freire? Dalam konsepnya mengenai pendidikan sebagai praksis pembebasan, pendidikan haruslah berorientasi pada sikap humanisme (fokus manusia sebagai subjek),  pendidikan yang tidak sekedar relasi subjek-objek tetapi relasi subjek-subjek. Pendidikan relasi subjek-objek terlihat pada siswa atau mahasiswa yang hanya menjadi objek dari pendidik kemudian menerima seluruh ilmu secara bulat. Dalam terminologi Freire sistem ini disebut Banking Education. Dalam sistem ini, para pendidik hanya menabung ilmu pada muridnya kemudian ilmu tersebut hanya sebatas diujikan dalam ulangan dan hilang begitu saja tanpa tau manfaatnya. Berbeda halnya jika relasi yang terjadi adalah subjek-subjek, para siswa atau mahasiswa dituntut untuk aktif bukan sebagai benda pasif yang hanya dijejali ilmu. Aktif disini maksudnya adalah, pendidikan harus memengaruhi kesadaran. Kesadaran menuntut kesetaraan, kesadaran melawan penindasan, dan kesadaran membela kaum  akar rumput.

Kesadaran seperti anggota Perhimpunan Indonesia lah yang diharapkan Freire. Bahwasanya mereka sebagai kaum terpelajar bertanggung jawab untuk memikirkan nasib bangsanya, memperjuangkan hak bangsanya, dan membela penindasan yang dilakukan oleh sistem kolonial. Meksipun memang tidak bisa kita sangkal bahwa pendidikan pada saat itu memiliki perbedaan yang jauh sekali dengan era sekarang. Namun sudah seharusnya konsep untuk merumuskan pendidikan di Indonesia menuntut untuk meningkatkan kesadaran yang berguna untuk memperbaiki nasib bangsa ini. Secara spesifik memang problem yang dihadapi pun berbeda, saat ini kita sudah tak lagi dijajah, namun terdapat permasalahan umum yang selalu terbawa dalam setiap perkembangan sejarah, seperti tingkat kemiskinan, belum meratanya pendidikan, kesenjangan sosial, krisis lingkungan dan isu isu sosial lainnya.

Yang patut ditekankan disini adalah peran dari kaum terpelajar yang mencakup siswa dan mahasiswa, tidak harus selalu mahasiswa yang berhak untuk memikirkan bangsa ini. Bukankah sejarah telah mencatat pada demonstrasi tahun 1966, salah satu organisasi yang terlibat adalah KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia).
Miris sekali jika ada siswa bahkan mahasiswa yang kurang kepedulian akan nasib bangsa ini.
Tan Malaka pernah berkata "Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali"

Narasi tentang pendidikan memang tak henti-hentinya untuk dibicarakan, selalu ada muatan menarik di dalamnya. Pendidikan diagungkan sebagai fondasi kemajuan suatu bangsa, bukan hanya pencetak tenaga kerja. Karena perlu kesadaran bersama untuk membangun bangsa ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun