Oleh : Alan Maulana
Indonesia
Menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan bangsa merupakan aspek penting yang harus ditanamkan pada jati diri generasi muda bangsa Indonesia. Sebagaimana telah tertulis pada lambang negara Indonesia Garuda Pancasila, “Bhineka tunggal ika” yang memiliki arti “Berbeda-beda tapi tetap satu jua” merupakan semboyan yang menjadi landasan persatuan dan kesatuan. Kurangnya kesadaran dalam memahami keberagaman ras, suku, dan agama, dapat memicu timbulnya konflik. Sebaliknya menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan melahirkan rasa empati gotong- royong, kepedulian dalam mewujudkan cita-cita bangsa.
Dalam meraih kemerdekaan bangsa Indonesia tentu melewati berbagai halang-rintangan. Pada era Kolonial masyarakat Hindia Belanda (sebelummenjadi Indonesia) dalam melakukan perlawanan sangat mudah dipatahkan. Masyarakat pribumi pada masa penjajahan masih terpecah belah.
Sebelum terciptanya pemikiran untuk bersatu mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, masyarakat pribumi melakukan perlawanan terbatas hanya pada satu wilayah yang mereka tinggali saja.
Masing-masing pribumi memiliki fanatisme kedaerahan, belum memiliki kesadaran Nasional dalam berbangsa (Muhamad Rifai : 2018, h. 11). Melihat kurangnya kesadaran nasionalisme menjadikan penjajah Kolonial Belanda menciptakan strategi politik adu domba (devide et impera).
Terbentuknya Kesadaran Generasi Muda Menciptakan Persatuan
Pada abad ke 17-19, jenis perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat pribumi masih menggunakan perlawanan fisik. Melihat kondisi bangsa semakin memprihatinkan, sementara perlawanan fisik yang bersifat lokal tidak membuahkan hasil, timbul kesadaran dari generasi muda pada abad ke 20. Pada masa ini jenis perlawanan menggunakan perlawanan otak (Muhammad Muchlis : 2018, h. 18).
Masa ini ditandai dengan munculnya organisasi Pergerakan Nasional yang memiliki kesadaran bersatu menuntut kemerdekaan.Para.penggerak organisasi Pergerakan Nasional merupakan kaum pemuda berusia 18-30 yang kebanyakan dari mereka merupakan pelajar dan mahasiswa yang mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah Belanda.
Berdirinya organisasi Pergerakan Nasional menjadikan organisasi sosial politik dari kalangan pribumi berkembang pesat. Organisasi ini membuat pemerintah Kolonial Belanda khawatir. Merasa cemas akan perlawanan kaum muda menjadikan pemerintah Kolonial Belanda menerapkan undang-undang yang berisi larangan berkumpul berkaitan dengan masalah politik serta kebebasan berpendapat.
Peraturan ini tidak membuat semangat generasi muda pribumi menjadi lemah, hanya merubah sistem berkumpul secara terang-terangan menjadi gerilya.