Eksistensi Bahasa Arab di Indonesia terancam oleh Media
By Yuniar Ramayanti
Mengapa bahasa Arab di Indonesia terkesan sedikit yang meminatinya? Sesulit itukah mempelajari bahasa Arab? Ataukah belajar bahasa Arab memang membosankan? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini seringkali muncul dibenak para pengamat, pendidik, dan mahasiswa-mahasiswa jurusan Bahasa Arab.
Salah satu Dosen Pendidikan Bahasa Arab UIN Malang, DR. H. Uril Bahruddin Lc, MA mengatakan "Bahasa Arab menjadi seperti sekarang ini karena media tidak berpihak pada kita. Seperti media massa Malang Post. Dari 220 lulusan doktor di UIN Malang, terbilang hanya dua doktor saja yang dimuat dalam Malang Post, termasuk saya salah satunya."
Beliau termasuk doktor pertama jurusan Pendidikan Bahasa Arab di Indonesia. Pada tahun 2012 beliau mengadakan promosi doktor dan mengundang kenalannya yang kebetulan seorang wartawan Malang Post.
"Bahasa Arab telah terancam. Banyak orang yang tidak suka jika kita menguasai bahasa Arab. Karena dengan begitu kita bisa menguasai Al-Qur'an." Tuturnya.
Pada akhir Perang Salib ke-II, Panglima Zwemer menyampaikan kepada prajuritnya bahwasanya mereka tak akan mampu mengalahkan umat Islam dengan berdarah, karena orang Islam memang menginginkan mati syahid.
Mushaf Al-Quran pun diangkat dengan ujung pedangnya seraya berkata "Wahai para tentara. Selama umat Islam masih berpegang teguh dengan kitab ini, maka kita tidak bisa mengalahkan mereka." Akhirnya mereka merubah siasat Al-ghozwu Ad-damawi (Perang Berdarah) menjadi Al-Ghozwu Al-Fikr (Perang Pemikiran).
Perang pemikiran inilah yang membutakan sebagian masyarakat bahwasanya mereka sebenarnya telah diadu domba. Media yang memerangi pemikiran masyarakat adalah televisi dan gadget. Manfaatkan Handphone untuk kepentingan ilmu khususnya untuk mengembangkan kemampuan bahasa Arab.