Mohon tunggu...
Akrim Manarillah Ulfa
Akrim Manarillah Ulfa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Bismillah belajarr nuliss :))

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pesantren dan Darurat Sampah Jogja: Belajar dari Krapyak Peduli Sampah

1 Oktober 2025   21:21 Diperbarui: 1 Oktober 2025   21:31 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pemilahan Sampah (Sumber: Komplek nDalem Dongkelan)

Beberapa tahun terakhir, Daerah Istimewa Yogyakarta menghadapi situasi darurat sampah. Hal ini berawal dari kondisi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan yang sudah penuh dan tidak mampu menampung timbunan sampah dari masyarakat lagi. Akibatnya, setiap wilayah harus berinisiatif untuk mencari solusi sendiri, termasuk Pondok Pesantren tempat saya menimba ilmu, yaitu Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta.

Kebijakan sederhana namun bermakna mulai diterapkan di pondok kami, yaitu pengolahan sampah mandiri. Santri diajarkan untuk memilah sampah sesuai dengan jenisnya, yaitu membedakan antara sampah organik dan anorganik. Untuk sampah anorganik, pemilahan dilakukan lebih detail, misalnya antara kertas, plastik, hingga barang-barang bekas yang bisa dijual kembali (diloakkan), seperti botol, kardus, maupun kemasan skincare. Barang-barang ini kemudian disetorkan langsung ke pengepul yang lokasinya tidak jauh dari pondok.

Sementara itu, sampah organik dan anorganik lainnya dikirimkan ke pusat pengolahan sampah pondok yang dikenal dengan nama "Krapyak Peduli Sampah". Program ini menghadirkan inovasi pengolahan sampah yang patut diapresiasi. Andika Muhammad Nuur (Direktur of Krapyak Peduli Sampah) menyebutkan bahwa sampah organik diolah menjadi biogas, pupuk organik cair, EM4 sampah organik, hingga maggot sangrai yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Sementara itu, sampah anorganik  diolah menjadi produk-produk bernilai ekonomis. Misalnya, gantungan kunci, bantal dari kain bekas, tas dari sampah plastik, ecobrik, hingga konblok yang bisa digunakan untuk pembangunan.

Upaya ini menunjukkan bahwa pengolahan sampah bukan sekedar mengurangi limbah, tetapi juga mampu melahirkan inovasi sekaligus membuka peluang ekonomi. Sehingga, pesantren tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga mampu berperan sebagai penggerak perubahan sosial dan lingkungan.

Menariknya lagi adalah program ini ternyata tidak berdiri sendiri. Andika Muhammad Nuur menuturkan dalam artikelnya di Kompasiana yang berjudul "Dari Sampah Jadi Berkah, Krapyak Peduli Sampah dan 40 Pesantren DIY Wujudkan Pesantren Hijau" (Kompasiana, 2024), bahwa inisiatif pengolahan sampah di Krapyak telah melibatkan hingga 40 pesantren di DIY. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan salah satu tujuan dibentuknya Program Krapyak Peduli Sampah, yaitu pesantren mampu berperan sebagai pelopor "pesantren hijau" dengan menanamkan kesadaran lingkungan kepada para santri sejak dini.

Krapyak Peduli Sampah memberikan pelajaran yang sangat berharga, bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil. Dimulai dari memilah sampah, mengolah, hingga menciptakan nilai tambah. Semua bermula dari kepedulian dan konsistensi. Menurut saya, program ini sangat inspiratif dan bisa dijadikan contoh bagi pesantren-pesantren lain di Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun