Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru dan Muatan Anti-Radikalisme di Kurikulum

21 November 2017   19:28 Diperbarui: 21 November 2017   19:59 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekitar sepuluh tahun terakhir ada beberapa cerita tentang beberapa pemuda (di kota yang berbeda) tetiba menghilang dari kampus dan keluarganya. Tiga bulan kemudian mereka kembali lagi ke kampus dan keluarganya dengan keadaan yang berbeda.

Pemuda yang semula lincah, bersemangat dan amat ramah dengan tetangga dan teman kuliah, tetiba menjadi pendiam, acuh dengan sekitar dan menjaga jarak dengan keluarga, termasuk ibunya sendiri. Mereka tidak mau mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tertentu yang sebelumnya mereka kerjakan. Mereka banyak merenung, menutup diri di kamar dan hanya berbicara jika ditanya.

Begitu juga di kampus. Kebiasaan yang lama hilang dan kini hanya mau menyendiri atau berkumpul dengan orang yang menurut mereka satu faham dan sering beribadah sendiri. Kadang mereka menghilang selama beberapa hari dan kemudian kembali lagi.

Beberapa pihak menengarai bahwa para pemuda yang 'menjadi aneh' itu adalah pemuda yang terpapar faham radikal yang berasal dari lingkungan yang berbeda dengan lingkungan asalnya.  Mereka terpapar karena bergaul dan didokrin oleh oknum asing itu.

Tapi akhir-akhir ini fenomena itu menjadi lebih sering dan lebih mudah terjadi. Proses radikalisasi para pemuda kini lebih mudah yaitu melalui teknologi yaitu berupa sosial media. Orang tak perlu bertemu, tapi doktrinasi mereka berlangsung melalui sosial media dan internet. Mereka hanya perlu membaca di ponsel-ponsel dan bilik-bilik warnet, dan proses radikalisasi sudah berlangsung.

Melihat fenomena itu, beberapa kampus mengantisipasinya dengan memperkuat pondasi berbangsa dan bernegara dalam kurikulum. Mereka menyelipkan muatan anti-radikalisme biasanya dalam dua mata kuliah yaitu Pancasila-Kewarganegaraan dan Agama. Dalam muatan itu ada pokok bahasan khusus yaitu anti radikalisme dan multikulturisme. Jika tahun-tahun sebelumnya muatan itu hanya sekilas disinggung oleh guru/dosen, tapi kini diformalkan dan menjadi topik bahasan penting yang harus disampaikan dosen.

Melalui matakulian tersebut para mahasiswa bisa menjauhkan diri dari sifat radikalisme dan mampu mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Atau paling tidak, bisa menengarai atau peka jika ada yang terpapar faham radikal. Mereka bisa berdiskusi dengan para dosen dan teman-teman yang menempuh mata kuliah yang sama.

Langkah itu adalah salah satu solusi bagi dunia pendidikan kita agar bisa menjauhkan diri dari faham radikalisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun