Saya pernah membaca meme yang kira-kira berkata "di dunia ini terdapat empat jenis manusia yang sulit untuk dinasehati, yang pertama adalah manusia yang jatuh cinta, kedua adalah suporter sepakbola, ketiga adalah pendukung salah satu pasangan presiden dan yang keempat adalah suporter bola yang sedang jatuh cinta sekaligus pendukung capres." Benarkah demikian?
Keyakinan adalah konsep yang tidak mudah didefinisikan. Filsafat telah lama berjuang untuk mendefinisikan masalah ini sejak dahulu kala. Sama lamanya dengan keengganan banyak manusia membaca literatur filsafat.
Masalahnya kita membutuhkan pemahaman yang lebih baik tentang masalah ini pada era post-truth dan polarisasi politik menjelang pilpres 2019. Psikologi dalam hal ini biasanya melakukan banyak hal untuk mengidentifikasi keyakinan yang terdistorsi, memahami bagaimana mereka terbentuk, dan membantu orang untuk belajar menjadi lebih skeptis terhadap keyakinan mereka sendiri.
Keyakinan politik dalam perspektif psikologi
Sebagai manusia, kita membutuhkan keyakinan-keyakinan untuk hidup. Psikologi kognitif menyebut hal ini sebagai jalan pintas yang ditempuh manusia untuk menghemat energi dalam memandang dunia dan mengharapkan apa yang akan terjadi di masa depan.Â
Pertanyaannya adalah mengapa kita membutuhkan jalan pintas? Jawabannya adalah karena dunia kita terlalu rumit untuk dipahami secara menyeluruh. Kompleksitas dunia akan menghalangi manusia untuk menyiapkan antisipasi dan juga perilaku saat menghadapinya.Â
Tuntutan untuk menyesuaikan diri secara terus menerus memungkinkan manusia untuk membuat penyederhaan dalam bentuk keyakinan. Misalnya bagi pendukung pak Jokowi, meyakini bahwa kinerja pak Jokowi memuaskan dan oleh karena itu mendukung untuk melanjutkan jabatan pada periode kedua adalah sebuah strategi sederhana.Â
Lebih sederhana daripada harus repot-repot untuk mengevaluasi kinerja secara menyeluruh dan memberikan kritik atau bahkan mencoba melihat kompetensi caon penantangnya. Begitu juga sebaliknya --bagi pendukung pak Prabowo---pokoknya Indonesia harus dipimpin oleh beliau agar menjadi makmur dan terbebas dari semua permasalahan. Kedua perspektif pendukung tersebut jelas merupakan penyederhanaan atas kompleksitas masalah bangsa.
Otak manusia sangat unik dan rumit, sehingga harus berevolusi secara efisien untuk menghemat energi. Sebagai mesin prediksi, ia harus mengambil jalan pintas untuk pengenalan pola dengan cepat. Padahal secara terus menerus otak menerima informasi dari lingkungan lewat seluruh indera, tak terhitung jumlahnya.Â
Sebuah keyakinan memungkinkan otak untuk menyaring informasi yang komplek, memungkinkannya untuk dengan cepat mengkategorikan dan mengevaluasi informasi dan melompat ke kesimpulan. Misalnya, keyakinan sering kali berkaitan dengan memahami penyebab berbagai hal: Jika 'b' diikuti 'a', maka 'a' dapat diasumsikan sebagai penyebab 'b'. Jika Indonesia sedang dalam masalah besar, maka presiden adalah manusia yang paling menentukan atas terpecahkannya masalah tersebut. Jika memilih presiden, maka Prabowo (atau Jokowi) adalah jawabannya.