Mohon tunggu...
Yes Of Course
Yes Of Course Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pura pura jadi orang

yes of course

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Otonomi Daerah Dan Keindonesiaan

11 Desember 2021   12:48 Diperbarui: 11 Desember 2021   13:28 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Otonomi Daerah Dan Keindonesiaan

Pengalaman dari banyak negara mengungkapkan pemberian otonomi secara luas kepada daerah-daerah mentpakan salah satu resep politik penting untuk mencapai sebuah stabilitas sistem dan sekaligus nxembuka kemungkinan bagi proses demokratisasi yang pada gilirannya semakin mengukuhkan stabilitas sistem secara keseluruhan. Spanyol melakukannya selepas meninggalnya Franco. Jerman bahkan dipaksakan untuk menerima sebuah format federasi ketika Sekutu mena klukannya dalam perang dunia Il. Philipina, berusaha mengakhiri pemberontakan panjang di Mindanau dengan merancang sebuah format hubungan khusus antara Manila dengan kawasan yang dikuasai separatis Muslim ini.

Argumen-argumen pokok yang bisa ditelusuri dari pengalaman berbagai negara di atas mengungkap secara gamblang bahwa derajat stabilisasi sistem bisa dicapai melalui pengaturan politik dan pemerintahan yang bercorak desentralisasi (Putra, 1999) --- bahkan federatif (Smith, 1999) ---justru karena di dalam format yang ada dapat terakomodasi empat hal paling sensitif dalarn dunia politik, yakni sharing of pocoer, sharing of revenue, empozoering lokalitas serta pengakuan dan penghormatan terhadap identitas kedaerahan. Pengalaman Indonesia sendiri mengungkapkan inilah empat area paling sensitif yang selalu menjadi ganjalan hubungan pusat-daerah yang berakibat pada instabilitas sistem secara makro (Legge, 1961), dan bahkan telah melegalisasi langkah-langkah penghukuman sangat keras dari militer (Jakarta), seperti yang terungkap lewat kasus DOM di Aceh. Sebuah tindakan yang akhirnya membawa kita ke dalam situasi yang semakin sulit, bukan saja ke domestik, tetapi terlebih lagi ke hadapan dunia internasional.

Jika substansi dari pergulatan politik kebangsaan Indonesia adalah untuk mewujudkan sebuah sistem yang stabil yang ditegakkan di atas kebanggaan dan kepatuhan pada keindonesiaan, maka pilihan pada pemberian otonomi daerah yang seluas-luasnya merupakan jawaban tak terhindarkan. Bahkan lebih dari sekadar itu, pemencaran kekuasaan secara geografis lewat pemberian otonomi yang luas sekaligus akan berakibat pada proses demokratisasi sistem secara

keseluruhan. A kan tetapi seperti yang akan didiskusikan pada bagian se)anjutnya, sejumlah syarat harus dipenuhi untuk mencapai hal ini.

Pemencaran kekuasaan secara geografis, secara jelas akan menihilkan terjadinya konsentrasi kekuasaan secara spatial dengan segala akibat negatifnya. Sebagai contoh, karena Jakarta secara spa tial berada di Jawa, konsentrasi kekuasaan di Jakarta secara mudah akan mendapatkan status primordialnya sebagai "Jawa "; dan akibatnya bisa sangat serius. Munculnya berbagai penatsiran semisal "proses [awanisasi" yang mengekori kebijaksanaan penyebaran penduduk (transmigrasi) ataupun "inter-coloninlisn' serta sejumlah predikat primordial lainnya yang dialamatkan ke "Jawa" sebagai sebuah entitas primordial, sebagian besar bukan saja sebagai akibat dari jumlah penduduknya yang dominan, tetapi merupakan fungsi dari sentralisasi kekuasaan di Jakarta sebagai sebuah spatial politik. Ini hanya sebuah contoh kecil ketika keindonesiaan kita dan dengannya, Integrasi nasional kita, bisa sangat terganggu oleh isu-isu primordial bukan sebagai akibat dari realitas kemajemukan Indonesia dan bukan sebagai akibat dari realitas primordial yang dimiliki kita, tetapi lebih sebagai akibat dari konsentrasi kekuasaan pada spatial tertentu yang bertumpang-tindih dengan kategori primordial tertentu. Masyarakat Jawa sebagai sebuah kesatuan primordial, dengannya, telah menjadi korban dari politik sentralisasi dan konsentrasi kekuasaan Jakarta.

Dengan alasan di atas, maka penyebaran kekuasaan secara geografis (sharing of power) akan menciptakan kemungkinan bagi terjadinya pelunakan-pelunakan sejurnlah parameter primordial seperti yang saat ini sangat menonjoi di berbagai daerah. Di samping itu tentunya, akan memfasilitasi proses demokratisasi yang sehat.

Demikian pula, sharing revenue akan memberikan kepuasan ekonomi bagi daerah-daerah. Akan tetapi terdapat peluang yang sanga t besar bagi terjadinya ketimpangan antar daerah sebagai fungsi dari penguasaan SDA yang berbeda. Walaupun demilqan, pengalaman banyak negara menunjukan, sebuah strategi pembangunan yang tepat dan pengembangan sistem alokasi anggaran yang tepat, dan introduksi teknologi serta penerapan sebuah sistem distribusi nasional yang baik akan mampu menjembatani persoalan ini. Hal ini        

didemonstrasikan oleh kasus Jerman. Kawasan Bavaria yang dulunya sangat tertinggal justru kini menjadi salah satu kontributor paling utama yang harus menanggung kesulitan-kesulitan dari sejumlah kawasan yang di masa la lu sangat luar biasa secara ekonomi karena merupakan pusat dari aktivitas eksplorasi SDA.

Sementara penguatan daerah-daerah akan berakibat positif pada pengurangan secara besar-besaran beban pusat dan sekaligus pemangkasan potensi-potensi kecemburuan antar daerah yang biasanya mudah muncul dalam sebuah masyarakat politik yang beragam.

Jika kita sepakat bahwa hasrat-hasrat kedaerahan untuk menjauhi Jakarta merupakan salah satu titik paling peka dalam menentukan masa depan integrasi bangsa dan konsep keindonesiaan kita, maka kita akan sepakat bahwa pemencaran kekuasaan secara geografis merupakan pilihan politik tak ter hindarkan untuk membangun kembali keindonesiaan yang kini semakin memudar. Pelajaran paling berharga yang bisa kita ambil dari kasus pemisahan diri Timor Timur menurut hemat saya adalah bahwa kita tidak bisa mempertahankan integritas bangsa dan keindonesiaan kita dengan menodongkan senjata ke kepala warga daerah ataupun menyebarkan ketakutan di daerah-daerah. Dalam batas-batas tertentu dan dalam frame waktu tertentu metode ini tampaknya berhasil bail<, tetapi untuk jangka panjang ia sama sekali tidak menolong bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun