Mohon tunggu...
Akhid Rosyidi
Akhid Rosyidi Mohon Tunggu... Sebuah Catatan Pinggir

Hobi mengikuti perkembangan sosial-politik, kadang juga tentang Budaya dan Parenting.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Silent Killer sebuah Organisasi Kader Berbasis Nilai

25 Juli 2025   18:49 Diperbarui: 25 Juli 2025   18:49 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Silent Killer ( sumber gemini.ai, editing by Canva )

Pernahkah Anda merasa keputusan organisasi tiba-tiba terasa janggal?

Tidak mengacu pada aturan yang telah disepakati. Tidak berlandaskan hasil rapat atau mekanisme formal. Tapi justru seolah ditentukan oleh " siluman dari gua hantu " ya terasa semacam ada invisible hand. Tak terlihat fisiknya, namun cengkramannya terasa menyesakkan dada.

Ketika struktur formal menjadi bayangan. Dan relasi personal justru mengambil alih arah.

Itulah pertanda hadirnya silent killer dalam organisasi kader — sebuah relasi patron-klien.

Pada organisasi kader seperti Partai Politik, Ormas, termasuk Gerakan Sosial, kekuatan utama terletak pada sistem kaderisasi yang sehat, meritokrasi yang dijaga, dan budaya organisasi yang inklusif serta berbasis nilai. Namun diam-diam, ada pola relasi yang bekerja di bawah permukaan. Ia bergerak senyap. Tidak terlihat, namun dampaknya merusak dari dalam. Hubungan patron-klien menjadi racun yang perlahan menggerogoti fondasi organisasi.

Hubungan patron-klien adalah pola interaksi tidak setara antara pihak yang memiliki kekuasaan atau sumber daya ( patron ) dan pihak yang bergantung (klien), di mana kesetiaan pribadi lebih diutamakan daripada kapasitas atau nilai objektif. Dalam konteks organisasi kader, patron kerap menjadi tokoh senior atau pemilik akses terhadap jabatan strategis. Sementara klien adalah kader muda yang berharap naik jenjang bukan melalui proses dan prestasi, tetapi karena loyalitasnya kepada sang patron

Awalnya, sistem ini terlihat seperti simbiosis yang saling menguntungkan. Patron merasa memiliki pasukan yang siap digerakkan kapan saja. Klien merasa punya pelindung yang bisa membukakan pintu karier. Tapi dibalik kedekatan itu, nilai-nilai organisasi mulai terkikis.

Pertama, meritokrasi digantikan oleh loyalitas sempit. Kader-kader cemerlang tersingkir hanya karena mereka tidak punya patron kuat. Mereka dianggap " tidak jelas orangnya siapa ". Maka potensi hebat itu hilang, tenggelam, atau bahkan pindah ke tempat lain.

Kedua, budaya organisasi bergeser ke arah feodal. Kritik dimaknai sebagai pengkhianatan. Diskusi sehat berubah jadi desas-desus di belakang layar. Intrik menjadi bahasa sehari-hari.

Ketiga, jenjang kaderisasi hanya menjadi formalitas. Pelatihan dilaksanakan hanya untuk memenuhi laporan. Sementara keputusan strategis tetap ditentukan oleh relasi informal: siapa dekat dengan siapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun