Mohon tunggu...
Akhdiansyah
Akhdiansyah Mohon Tunggu... Politisi - Politisi

Akhdiansyah merupakan Sekwil DPW PKB NTB yang juga anggota DPRD NTB 2019-2024 terpilih, Dapil Kabupaten Dompu, Bima dan Kota Bima NTB.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru To'i dan Islam Dompu

24 Agustus 2019   06:59 Diperbarui: 24 Agustus 2019   07:04 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru To'i Akhdiansyah/foto : Dokpri

Kalau menengok kembali sejarah ke belakang, sebagaimana daerah lain di Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk di Indonesia, ajaran Islam bisa masuk dan berkembang, tidak bisa terlepas dari kiprah serta kontribusi besar tokoh agama panutan.

Lombok dengan julukan Pulau seribu masjid misalkan, memiliki tokoh agama Islam kharismatik seperti Tuan Guru, sebagai sosok demikian dihormati dan dijadikan panutan oleh masyarakat dalam menjalankan kehidupan keagamaan Islam.
 
Sementara Kabupaten Dompu yang dulunya sebagai daerah kesultanan, dimana dalam sistim kesultanan Dompu, urusan keagamaan diserahkan pada syekh Nurdin, yang merupakan ipar sultan Imam Masjid Kesultanan, keturunan Ghujarat dan Syekh Abdus Salam sebagai Menteri urusan agama pertama.

Kemudian pada struktur pengelola urusan agama dibentuk juru dakwah sebagai pelaksana lapangan, yaitu khotib besar dan khotib kecil, yang oleh masyarakat kekinian lebih populis dengan panggilan Guru To'i

Pemegang mandat keagamaan dibangun dengan paradigm keagamaan yang bercorak sufistik, hal tersebut ditandai dengan keberadaan perangkat kesultanan yang menyerahkan seutuhnya urusan kebijakan dan dakwah keagamaan pada para ulama termasuk Guru To'i.

Sejak abad XV, ditandai dengan pelantikan sultan pertama, (Raja ke IX, dengan gelar Dewa Ma Wa,a Bata).Yaitu Sultan Syamsuddin pada 24 September 1545 M), penyebaran Islam pun langsung dari Ghujarat, melalui perniagaan kelompok syekh dari yaman dan dunia arab saat itu.

Sehingga dalam penyebaran Islam pada era Kesultanan di Dompu, menggunakan pendekatan Perniagaan dan pertabiban, karena pendektan Islam ini lebih egaliter dan tidak konfrontasi dengan budaya lokal.  Sehingga akulturasi Islam dengan budaya lokal sangat melekat kuat dan masih menjadi bagian dari ritual Islam dan Budaya masyarakat Dompu.

Penyebaran islam di Dompu dilakukan secara dialogis dan tidak menggunakan unsur paksaan, karena para pendakwah Islam saat itu sadar bahwa yang dihadapi adalah masyarakat yang sebagian masih memiliki kepercayaan animis, atau agama lokal.

Yaitu marafu, penghormatan terhadap leluhur. Sehingga pilihan dakwan para syekh waktu itu cendrung menampilkan Islam dengan cara egaliter, bijak dan hadir sebagai kawan semua kelompok dan kelas bagi masyarakat Dompu.

Sehingga Islam saat itu bukan hanya paksaan struktur dilevel kesultanan, tapi lama kelamaan telah menjadi unsur terdalam dan persendian kehidupan masyarakat Dompu.


Islam bagi masyarakat Dompu adalah hakikat hidup sekaligus symbol dan juga identitas dirinya, maka jangan heran ada idiom yang menyatakan "oda paa da sambeamu".

Pala aina hunta syahadat nami" (betul saya tidak sempurna menjalankan syari,at, tapi jangan coba ganggu simbol ke Islaman kami), karena hal itu nyawa taruhanya. Fenomena ini adalah dampak dari indoktrinasi ke Islaman yang berlangsung dikalangan keluarga dan lingkungan bagi stiap individu masyarakat Dompu, bahwa aqidah harga mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun