Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Tidak besar memang, melalui niat dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Ciri-ciri Perdebatan yang Sia-sia

19 Juli 2013   21:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:18 1359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_276323" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Kompasiana adalah arena perdebatan yang sangat menarik, dengan pesertanya yang berasal dari latar belakang sosial budaya dan pendidikan yang berbeda-beda. Berdebat adalah salah satu cara yang baik untuk memperoleh wawasan dan ilmu pengetahuan. Namun berdebat akan menjadi suatu perbuatan yang sia-sia, suatu kebodohan, apabila salah satu atau masing-masing pihak bertekak, ngotot, dengan pendapatnya sendiri. Tidak lagi memandang topik yang didebatkan, tetapi lebih kepada membela harga diri yang semu, takut dibilang bodoh karena pendapatnya salah. Perdebatan yang telah menjadi pencarian pembenaran, bukan kebenaran. Ciri-ciri perdebatan yang akan menuju kesia-siaan yang sebaiknya kita hindari diantaranya adalah,

  1. Suatu pendapat tidak selamanya relatif. Sebagai contoh yang sangat sederhana sekali, secara matematika, X berpendapat bahwa 1+1=2 yang disertai penjelasan, dan Y berpendapat hasilnya 3. Apabila Y tidak menyetujui pendapat X, apalagi mengatakan bahwa hal itu relatif, maka perdebatan itu akan menjadi sia-sia.
  2. Salah satu pihak mengeluarkan pernyataan yang bersifat mengunci perdebatan. Misalnya "Walau bagaimanapun anda berargumen, merasionalisasikan keyakinan, tetap saja itu sebatas asumsi."
  3. Memberikan suatu pendapat, namun tidak disertai penjelasan lebih lanjut.
  4. Salah satu pihak, apalagi keduabelah pihak mulai mengeluarkan kata-kata, "pokoknya".
  5. Tidak mau mengakui bahwa pendapatnya tidak benar, setelah diberikan argumen yang dapat membantah pendapatnya.
  6. Mulai munculnya kalimat yang menyerang orangnya, bukan pendapatnya (ad hominem). Tetapi wajar apabila hanya sekedar mengetahui latar belakang lawan debat untuk lebih memahami mengapa ia memberikan suatu pendapat.
  7. Adanya pendapat atau penjelasan-penjelasan yang bersifat over generalization.

Mungkin masih banyak lagi-ciri-cirinya, barangkali teman-teman bisa menambahkannya. Berikut ini adalah kisah fiktif mengenai perdebatan,

“Aaarghh… bosan bosan, kau selalu membicarakan tentang rumput dan padang rumput, sementara aku berharap kau membicarakan tentang daging dan tulang” Seorang pemuda yang mendengar perdebatan mereka, nimbrung dan mengatakan, “Seharusnya kalian tahu kadang-kadang rumput dan daging sama bergunanya.” Anjing dan keledai menoleh si Pemuda, anjing menggonggong keras dan keledai itu dengan kaki depannya menendang si Pemuda hingga terjungkal.

Salam Hangat Sahabat Kompasianers... ^_^ [caption id="attachment_276299" align="aligncenter" width="300" caption="www.njfamily.com"]

13742582761477062264
13742582761477062264
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun