Mohon tunggu...
Ajun Pujang Anom
Ajun Pujang Anom Mohon Tunggu... Guru - Guru Plus-plus

Sedang menikmati peran sebagai guru sekaligus penulis, dan pembicara di bidang literasi, metode pengajaran dan media pembelajaran.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Melecut Kesadaran Nalar

27 Oktober 2018   21:37 Diperbarui: 27 Oktober 2018   21:45 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Ajun Pujang Anom

Demi memahamkan tentang apa itu sebenarnya Pembelajaran Abad ke 21 dan HOTS, PGRI Bojonegoro menyelenggarakan workshop, pada tanggal 27-28 Oktober 2018. Latar belakang pelaksanaan workshop ini, tidak terlepas dari minimnya pemahaman tentang apa itu Pembelajaran Abad ke 21 dan kaitannya dengan HOTS.

Seperti yang kita ketahui, poin-poin awal dari Pembelajaran Abad ke 21 adalah berpikir kritis (critical thinking) dan kreativitas (creativity). Apa yang dimaksud dengan berpikir kritis dan kreativitas itu? Pada buku "Higher Order Thinking Skills" karya Dr. Jamisten Situmorang diulas bahwa berpikir kritis merupakan bagian dari proses evaluasi terhadap fakta yang dikumpulkan untuk memecahkan masalah, yang biasanya merupakan hasil dari proses berpikir kreatif. Sedangkan kreativitas berkaitan dengan temuan dan pemecahan.

Melihat ulasan di atas, ada benang merah antara berpikir kritis dengan kreativitas. Jadi kemampuan berpikir kritis hanya mungkin terjadi, apabila ditenagai dengan kreativitas. Karena kreativitas adalah bertemunya konvergen dan divergen, sehingga menghasilkan gagasan-gagasan baru.

Ini artinya baik berpikir kritis dan kreativitas dapat dilatih atau dikembangkan sejak dini. Untuk itu guru perlu menciptakan dan menyesuaikan pengalaman belajar yang tepat untuk mencapai keterampilan berpikir. Pemahaman guru terhadap keterampilan berpikir ini sebagai tujuan pembelajaran akan berimplikasi pada waktu guru merancang, melaksanakan pembelajaran dan mengevaluasi hasil belajar.

Tentu kemampuan berpikir yang diwacanakan harus dilakukan secara berjenjang. Dan dimulai dari berpikir tingkat rendah. Apakah pengertian dari berpikir tingkat rendah ini? Berpikir tingkat rendah adalah kemampuan mengetahui dan memahami. Indikasi dari keberhasilan dari tingkat ini, yaitu kemampuan anak untuk mengingat fakta atau menyampaikan informasi kepada orang lain, persis seperti apa yang diperoleh.

Kemudian dilanjut dengan berpikir tingkat tinggi. Berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan menggunakan, menganalisis, menyimpulkan, menilai, atau mencari solusi permasalahan berdasarkan fakta, informasi atau data yang diperoleh pada tingkat rendah.

Dari sini terlihat, bahwa kebutuhan terhadap kemampuan berpikir tinggi sudah sangat mendesak. Sebab dengan mempunyai HOTS (Higher Order Thinking Skills), anak-anak akan mampu menghadapi persoalan nyata yang timbul dari kehidupannya sehari-hari. Apalagi sebenarnya inti pendidikan adalah membekali anak dengan "seperangkat instrumen pemikiran", sehingga kelak tak kebingungan dan mudah beradaptasi dengan kehidupannya kelak. Jadi apabila dalam pengajaran masih mentok dan berputar-putar pada area LOTS (Lower Order Thinking Skills), maka sesungguhnya menyiapkan generasi yang gagap akan segalanya.

Sumber pustaka: Higher Order Thinking Skills karya Dr. Jamisten Situmorang

Bojonegoro, 27 Oktober 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun