Berapa jumlah guru yang mempunyai pemikiran untuk membuat sibuk siswanya? Tentu beragam jawaban yang akan didapat. Namun apabila diperah, akan muncul beberapa kemungkinan jawaban yang berbeda maupun bertentangan.
Mari kita lihat kemungkinan jawaban apa yang muncul!
1. Nggak mikir
Lha ngapain mikir itu tho mas? Jadi guru itu, ya tugasnya ngajar. Mengajar itu adalah mentransfer sejumlah pengetahuan yang disertai dengan penguatan karakter. Itu bisa jadi salah satu alasan, yang dikemukakan ketika memilih jawaban ini. Apabila terus dikejar argumennya. Mungkin didapat jawaban seperti ini:
"Membuat sibuk siswa, itu kesannya menyiksa siswa. Siswa bukanlah manusia pekerja yang mempunyai tuntutan menyelesaikan sejumlah pekerjaan. Siswa adalah manusia yang berada dalam situasi yang memungkinkan mendapat sekumpulan ilmu, tanpa rasa tekanan dan diskriminasi. Frasa membuat sibuk, terang benderang akan membuat siswa tertekan. Padahal menjadi guru, artinya menjadi orang yang menemani siswa, agar proses tumbuh kembangnya sebagai manusia, berjalan dengan maksimal dan mempunyai budi pekerti yang baik. Jadi bukan soal  sibuk atau tidak sibuk, karena tujuan pendidikan adalah membimbing siswa menemukan potensinya dan sekaligus mengembangkannya ke arah yang lebih baik dan berguna bagi nilai-nilai kemanusiaan."
Begitu hebatnya alasan di atas, seakan-akan bila direnungkan masuk akal pula. Namun nanti dulu. Ini kan belum melihat pendapat yang menyepakati. Ayo sekarang kita lihat, apa pendapat tersebut!
2. Mikir
"Melihat fakta di lapangan dan derasnya pemberitaan tentang buruknya akhlak siswa kekinian, tak salah jika guru mempunyai pemikiran untuk menyibukkan siswanya. Menyibukkan siswa ini tentu tidak selalu berhubungan dengan memberikan tugas sekolah segunung. Dan berwujud "soal" belaka. Lebih daripada itu. Banyak aktivitas, tentu akan menyurutkan energi-energi negatif yang mungkin timbul."
Begitulah kira-kira pendapat yang setuju. Jika disanggah pernyataan tersebut, dengan mengatakan, bahwa tindakan itu nantinya membuat siswa cepat lelah. Apa gunanya kelas yang dihadiri siswa kelelahan? Bisa jadi tanggapan atas pertanyaan ini akan telihat menohok. Lihat tanggapannya berikut ini!
"Membuat lelah, ini sebuah praduga tak beralasan. Anak-anak pada dasarnya mempunyai potensi untuk berbuat keburukan, bila mereka tak mempunyai saluran yang tepat. Maka akibatnya mereka menciptakan tindakan-tindakan yang condong merugikan. Apakah ini bukti bahwa pendidikan hari ini gagal memberadabkan mereka? Tidak bisa dijawab serta merta seperti itu. Banyak unsur yang mempengaruhi tingkah laku siswa. Pendidikan hanyalah salah satu unsur. Jadi tidak bisa dituding sebagai biang kerusakan moral. Sehingga perlakuan untuk membuat siswa menjadi sibuk adalah ikhtiar nyata untuk menghambat terbitnya keburukan. Siswa yang sibuk jelas berdampak pada kenaikan prestasi dan keelokan etika. Ini tidak bisa dibantah."
Kedua pernyataan pro dan kontra di atas, bisa membuat kita puyeng. Mana yang harus dipilih. Jujur saja, kedua-duanya mempunyai ulasan yang bernalar. Kalau begitu, harus memilih yang mana? Tentu disesuaikan dengan kondisi kita atau keadaan yang memungkinkan kedua argumen tadi "dibumikan".
*ditulis untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional 2018
Bojonegoro, 8 Mei 2018