Kalau memang benar apa yang dikatakan Neta.S Pane, Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), tentang kejadian salah tangkap oleh dua anggota polisi, terhadap seorang tukang gorengan, seperti yang diberitakan Merdeka.com :
"Sekitar tanggal 30 Mei, korban naik kereta api dan tiba-tiba ditangkap dua orang polisi di Stasiun Serang. Korban ditahan selama 9 hari di Polres Serang, dia disiksa dan disuruh ngaku sebagai pencopet," maka apa yang dilakukan kedua oknum polisi ini adalah tindakan tidak berkeprimanusiaan.
Korban salah tangkap, Jumhani, salah seorang warga Padasuka, Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak. Korban tidak saja menderita karena penyiksaan, tapi juga menderita kerugian, barang dagangan dan uang hasil dagangan senilai 1,3 juta, dan KTP, yang disita polisi sampai saat dia dibebaskan tidak dikembalikan kepada koraban.
Sungguh ini perbuatan aparat yang tidak berkeprimanusiaan, kalau seperti ini cara aparat kita dalam melaksanakan tugasnya, maka akan banyak rakyat yang tidak berdaya akan menjadi korban tindakan yang tidak bertanggung jawab ini. Kedua oknum polisi ini harus mendapat sanksi yang setimpal dengan perbuatannya, bukan sekedar sanksi administrasi dan disiplin saja, tapi sanksi hukum sesuai dengan yang berlaku.
Atas kejadian itu, Neta menilai sudah terjadi kesewenangan di lembaga kepolisian. Dia mendesak agar kedua polisi yang menangkap dan menyiksa pedagang gorengan ini agar dipecat dari kesatuannya.
"Dua orang polisi ini harus dicopot karena mereka tidak pantas jadi polisi dan Kapolres Serang harus dicopot, sebab Kapolres tidak peduli apa yang terjadi di kantornya," tegas Neta.
Mana motto polisi "Mengayomi dan Melindungi Masyarakat," mestinya polisi memegang teguh motto ini, tidak bertindak gegabah dan menindas yang lemah. Selama ini seperti itu yang terlihat di masyarakat. Menindas terhadap yang lemah dan menyembah kepada yang berkuasa dan yang memiliki uang.
Sumber tulisan :
http://m.merdeka.com/peristiwa/tukang-gorengan-dipukuli-polisi-dipaksa-mengaku-copet.html